SPBU Pertamina (dok.Pertamina Patra Niaga)
Erick pun menyontohkan kasus korupsi yang pernah terjadi di Garuda Indonesia. Dia mengatakan, saat proses hukum di Garuda berlangsung, Kementerian BUMN mendorong transformasi perusahaan secara terpisah. Menurutnya, hal itu berhasil, dengan bukti saat ini Garuda Indonesia bisa menambah armada pesawatnya.
Erick mengatakan, transformasi perusahaan membuat hasil dikarenakan Kementerian BUMN mengupayakan agar restrukturisasi perusahaan berjalan dengan lancar.
“Ingat kasus Garuda, kan kalau Garuda itu gagal restrukturisasi, akhirnya kita juga enggak punya pesawat sekarang. Nah implikasinya kembali, kalau jumlah pesawatnya kurang, harga tiketnya akan mahal,” tutur Erick.
Oleh sebab itu, dia menekankan proses perbaikan di tubuh BUMN harus tetap berjalan, meski ada proses hukum yang berlangsung.
“Nah ini yang kita jaga bersama-sama, supaya peran daripada korporasi itu tetap berjalan, apakah ada perbaikan administrasi ya harus, memang itu tergantung. Tapi jangan sampai tadi hal ini justru menghambat daripada restrukturasi korporasi itu, atau perbaikan-perbaikan dari korporasi sendiri,” kata Erick.
Adapun kasus korupsi yang pernah terjadi di Garuda Indonesia ialah pengadaan pesawat CRJ-1000 pada periode 2005-2014. Kasus itu merugikan negara hingga Rp9,37 triliun.
Selain itu, Garuda Indonesia juga pernah terlilit kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton, yang dilakukan oleh eks Direktur Utama, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra pada 2019. Negara berpotensi mengalami kerugian Rp1,5 miliar dari penyelundupan tersebut.
Tak hanya itu, Garuda Indonesia juga pernah terlibat kasus manipulasi laporan keuangan 2018. Laporan keuangan 2018 menunjukkan Garuda membukukan laba bersih 809 ribu dolar AS, berbanding terbalik dengan 2017 yang merugi hingga 216,58 juta dolar AS.