Ekonom Sebut Green Bonds PGEO Gak Logis, Apa Alasannya?

Jakarta, IDN Times - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE mengklaim surat utang berwawasan hijau atau green bonds yang akan diterbitkan untuk refinancing mampu mendongkrak laba perseroan. Namun, hal itu dianggap tidak logis secara tata kelola keuangan berbasis Good Corporate Governance.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menjelaskan, refinancing pada dasarnya hanya sebuah aktivitas menunda pembayaran utang saat jatuh tempo dengan melakukan utang kembali. Hal itu dilakukan lantaran debitur tidak mampu membayar utangnya tersebut dengan aset yang dimiliki.
"Jika alokasi untuk capex lebih kecil atau tidak ada sama sekali dalam penerbitan surat utang itu, artinya klaim meleverage laba itu tidak tepat. Perseroan hanya mau men-delay kewajibannya saja karena mungkin tidak mampu membayar utang dari kas internal," ujar Tauhid dalam keterangannya kepada awak media, dikutip Jumat (5/5/2023).
1. Faktor pendorong opsi refinancing diambil PGEO
Tauhid pun mengungkapkan alasan kuat yang jadi faktor pendorong PGEO mengambil opsi refinancing tersebut.
PGEO, disebut Tauhid, tidak mampu mengoptimalkan modal pinjaman sebelumnya untuk digunakan dalam menjalankan aktivitas operasional.
"Harusnya modal pinjaman sebelumnya bisa menghasilkan sehingga utang-utangnya dapat terbayar," katanya.
2. Bakal ada masalah pada masa mendatang
Tauhid kemudian menyampaikan, meningkatnya rasio utang terhadap ekuitas (DER) PGEO dalam penerbitan obligasi ini berisiko menimbulkan permasalahan pada masa mendatang.
Apalagi jika cucu usaha Pertamina tersebut tidak mampu menjaga proyeksi pendapatannya.
"Ada risiko yang harus ditanggung kalau ternyata perkiraan dari revenue mereka meleset sedikit saja. Kalau project revenue, EBITDA, dan lain-lain tidak kuat, lalu DER makin tinggi maka kondisi keuangan mereka akan semakin buruk nantinya," ucap Tauhid.
Oleh sebab itu, Tauhid berharap agar PGEO mampu memastikan performa keuangan hingga operasionalnya secara optimal sehingga dapat meyakinkan para pemegang saham.
"Kalau kondisi perusahaannya berat, kan siapa yang mau beli saham atau surat utangnya, jangan-jangan gak laku," kata dia.
3. PGEO pastikan tidak akan ada dampak negatif dari penerbitan green bonds
Sebelumnya diberitakan, PGEO memang berencana menerbitkan green bonds senilai 400 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp6 triliun dengan bunga 5,15 persen per tahun yang jatuh tempo pada 2028 nanti.
PGEO akan menggunakan dana dari utang tersebut untuk melunasi seluruh sisa utang dengan Mandated Lead Arrangers, Kreditur Sindikasi Awal dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebagai Facility Agent yang akan jatuh tempo pada 23 Juni 2023.
Berkaitan dengan hal tersebut, Corporate Secretary PGEO, Muhammad Baron mengklaim penggunaan dana dari penerbitan green bonds untuk pembayaran utang sudah sesuai dengan Eligibility Criteria yang telah ditetapkan dalam Green Financing Framework PGE.
"Sehingga tidak akan berisiko bagi keberlangsungan Perseroan," kata dia.
Baron pun menyampaikan, green bonds yang pada dasarnya bentuk fundraising berwawasan lingungan justru lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan pinjaman bank yang punya tingkat bunga dan risiko lebih tinggi.
"Ini lebih menguntungkan karena dapat memberikan premium/discount dari investor fixed income yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan bisnis berwawasan lingkungan, misalnya panas bumi," ujar dia.