Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bisnis kuliner (pexels.com/Ron Lach)
ilustrasi bisnis kuliner (pexels.com/Ron Lach)

Intinya sih...

  • Jumlah solopreneur di Amerika mencapai 29,8 juta pada tahun 2022, dengan kontribusi ekonomi mencapai 1,7 triliun dolar.

  • Pertumbuhan solopreneur meningkat setelah pandemi, dengan lebih dari 440 ribu aplikasi bisnis baru setiap bulan.

  • Teknologi dan AI mendukung perkembangan solopreneur dengan hambatan memulai bisnis yang semakin rendah dan media sosial membuka peluang instan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Menjadi bos untuk diri sendiri memang terdengar seperti mimpi, tapi sekarang tren ini semakin nyata di Amerika. Fenomena solopreneur, atau orang yang menjalankan bisnis tanpa karyawan tetap, sedang berkembang pesat di berbagai negara bagian. Kamu bisa lihat sendiri, dari bisnis kecil berbasis hobi hingga usaha yang dirancang lebih profesional, banyak orang mulai memilih jalur ini ketimbang bekerja dalam sistem perusahaan tradisional.

Perubahan ini gak muncul begitu saja. Ada banyak faktor yang mendorong, mulai dari teknologi, media sosial, sampai gaya hidup generasi sekarang yang lebih mencari fleksibilitas. Data resmi pun menunjukkan kalau kontribusi para solopreneur terhadap perekonomian Amerika cukup besar, bahkan mencapai triliunan dolar.

Kalau penasaran seberapa menarik tren ini, yuk intip beberapa fakta serunya berikut ini.

1. Jumlah solopreneur sangat besar

ilustrasi bisnis kuliner (pexels.com/Kampus Production)

Menurut data terbaru dari U.S. Census Bureau, ada sekitar 29,8 juta solopreneur di Amerika pada tahun 2022. Angka ini bukan kecil, karena kontribusi mereka mencapai 1,7 triliun dolar atau sekitar 6,8% dari total aktivitas ekonomi negara tersebut.

California tercatat punya jumlah terbanyak dengan lebih dari 3,5 juta bisnis solo. Sementara itu, Florida menonjol dalam jumlah usaha per kapita dengan 13,3 bisnis nonkaryawan per 100 orang.

Artinya, meski hanya dikerjakan seorang diri, dampak mereka ke perekonomian negara jelas terasa. Fenomena ini membuktikan kalau usaha skala kecil bisa jadi motor penting bagi perkembangan ekonomi modern.

2. Pertumbuhan semakin cepat setelah pandemi

ilustrasi bisnis kuliner (pexels.com/🇻🇳Trường Nguyễn Thanh 🇻🇳)

Kalau sebelum pandemi banyak orang ragu untuk mulai usaha sendiri, sekarang tren itu justru melonjak. Menurut data Small Business Administration, setiap bulan ada lebih dari 440 ribu aplikasi bisnis baru yang diajukan. Angka ini 90 persen lebih tinggi dibanding rata-rata sebelum pandemi.

Faktor pendorongnya cukup beragam. Banyak orang menyadari bahwa mengandalkan pekerjaan tradisional bisa penuh risiko, apalagi saat kondisi ekonomi gak stabil. Akhirnya, mereka memilih jalan menjadi solopreneur sebagai alternatif yang lebih fleksibel.

3. Teknologi dan AI jadi pendukung utama

ilustrasi AI (pexels.com/Matheus Bertelli)

Perkembangan teknologi membuat hambatan untuk memulai bisnis jadi jauh lebih rendah. Seorang pakar perbankan bisnis, Mark Valentino, menyebutkan kalau sekarang seseorang bahkan bisa memulai side hustle hanya dalam 10 menit. Dukungan dari AI seperti ChatGPT bisa membantu menyusun rencana bisnis, riset pasar, sampai mengelola administrasi dengan cepat.

Selain itu, AI juga mempermudah kerja sehari-hari. Ada solopreneur yang mengatakan teknologi ini membantunya mengatur jadwal, mencatat rapat, hingga menganalisis data besar tanpa harus merekrut tim. Jadi meski “solo”, sebenarnya mereka punya asisten virtual yang bekerja 24 jam.

4. Media sosial membuka peluang instan

ilustrasi small business (pexels.com/Loe Moshkovska)

Kamu mungkin sering lihat bisnis kecil viral di TikTok atau Instagram. Nah, platform media sosial memang jadi pintu besar bagi solopreneur untuk menemukan pasar. Esme Lean, kepala divisi bisnis kecil di TikTok, menjelaskan bagaimana seorang kreator bisa menjual 750 botol produk hanya dalam seminggu berkat promosi online.

Bukan hanya soal produk, tapi keaslian dan kreativitas konten juga jadi daya tarik. Banyak solopreneur muda, terutama perempuan di bawah 30 tahun, berhasil membangun brand personal yang terasa lebih dekat dengan audiens. Gaya ini terbukti lebih disukai konsumen dibanding iklan tradisional yang mahal.

5. Gaya hidup fleksibel lebih diminati

ilustrasi working mom (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Solopreneurship bukan hanya soal uang, tapi juga soal kebebasan. Menurut Najiba Benabess, dekan bisnis di Neumann University, teknologi membuat seseorang cukup bermodalkan laptop untuk menjalankan bisnis global. Selain itu, banyak orang sekarang lebih menghargai fleksibilitas dan tujuan hidup ketimbang jabatan di perusahaan.

Contoh nyatanya datang dari Angela Berardino, seorang solo founder yang membangun bisnis marketing sambil mengurus anak sebagai single parent. Ia memilih jalur solopreneur karena dunia korporasi sulit memberi ruang fleksibel untuk keluarga. Cerita seperti ini jadi bukti bahwa tren ini bukan hanya urusan ekonomi, tapi juga soal kualitas hidup.

Tren solopreneur di Amerika menunjukkan bahwa bisnis gak selalu harus besar untuk berdampak. Dari dukungan teknologi, booming media sosial, sampai perubahan cara pandang terhadap pekerjaan, semua mendorong lahirnya gelombang baru pekerja mandiri.

Kalau kamu tertarik mengikuti jejak ini, tren di Amerika bisa jadi inspirasi. Siapa tahu dengan kreativitas, sedikit modal, dan keberanian, kamu juga bisa membangun bisnis solo yang sukses.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team