Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi emas (pexels.com/Michael Steinberg)
ilustrasi emas (pexels.com/Michael Steinberg)

Intinya sih...

  • Pelemahan dolar AS picu peralihan ke aset aman.

  • Gejolak politik dunia tambah tekanan terhadap pasar.

  • Permintaan global dan proyeksi kenaikan harga emas.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN TimesHarga emas dunia menembus 4 ribu dolar AS (setara Rp66,4 juta) per ons untuk pertama kalinya pada Selasa (7/10/2025), karena investor berbondong-bondong mencari aset aman di tengah gejolak ekonomi dan ketidakpastian geopolitik. Emas berjangka tercatat di level 4.003 dolar AS (sekitar Rp66,5 juta) di New York, sementara harga emas spot mencapai 3.960,60 dolar AS (sekitar Rp65,7 juta) per troy ons. Sepanjang 2025, nilai emas telah melonjak 52 persen akibat melemahnya dolar AS dan meningkatnya ketidakstabilan global.

Emas, yang dikenal sebagai investasi paling stabil di masa krisis, mencatat performa terbaik sejak 1979, ketika nilainya naik lebih dari 100 persen karena inflasi tinggi dan depresiasi dolar. Peter Grant dari Zaner Metals mengatakan hal ini turut dipicu oleh dinamika politik di Washington.

“Pergerakan menuju emas sebagian berasal dari penutupan pemerintah dan tidak ada indikasi bahwa itu akan segera terselesaikan,” ujarnya dikutip dari The Guardian.

Kenaikan harga emas juga diperkuat oleh tren suku bunga rendah dan ketidakpastian ekonomi yang terus membayangi pasar global.

1. Pelemahan dolar AS picu peralihan ke aset aman

ilustrasi dolar AS (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Sepanjang 2025, nilai dolar AS turun hingga 10 persen di tengah inflasi yang mencapai 2,9 persen, lebih tinggi dari target Federal Reserve sebesar 2 persen. Antisipasi pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Oktober dan Desember, ditambah utang nasional yang terus membengkak, menekan kepercayaan terhadap mata uang tersebut. Penurunan peringkat kredit oleh Moody’s awal tahun ini juga membuat Amerika Serikat kehilangan status kredit tertinggi yang selama ini diandalkan pasar.

Penutupan pemerintahan selama tujuh hari hingga 7 Oktober 2025 turut memperburuk kondisi. Akibatnya, sejumlah laporan ekonomi penting tertunda dan investor terpaksa bergantung pada data non-pemerintah untuk menilai kondisi pasar. Ketiadaan laporan resmi seperti data ketenagakerjaan membuat analisis ekonomi makin sulit, mendorong lebih banyak investor berlindung pada emas sebagai aset aman.

Ken Griffin menjelaskan fenomena ini dalam wawancara dengan Bloomberg.

“Kami melihat inflasi aset yang substansial menjauh dari dolar karena orang-orang mencari cara untuk secara efektif mengurangi ketergantungan pada dolar atau mengurangi risiko portofolio mereka terkait risiko kedaulatan AS,” katanya.

Ia menilai pergeseran besar ke arah emas ini merupakan tanda yang sangat mengkhawatirkan tentang kepercayaan global terhadap dolar AS.

2. Gejolak politik dunia tambah tekanan terhadap pasar

Sanae Takaichi pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP). (x.com/@takaichi_sanae)

Ketidakstabilan politik di berbagai negara turut memicu reli harga emas. Yen Jepang melemah tajam ke posisi terendah dalam tujuh bulan setelah Sanae Takaichi, pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP), resmi menjadi perdana menteri Jepang dengan janji untuk mendorong pengeluaran ekonomi agresif. Lou Brien dari DRW Trading menilai situasi ini memunculkan periode ketidakpastian bagi pasar.

“Akan ada periode di mana [investor] mencoba memahami bagaimana kebijakan dia akan memengaruhi mata uang,” katanya kepada Reuters, dikutip dari The Independent.

Kebingungan pasar terhadap arah kebijakan baru Jepang itu membuat investor global meningkatkan kepemilikan emas.

Sementara itu di Prancis, Perdana Menteri Sébastien Lecornu mundur hanya beberapa jam setelah mengumumkan kabinetnya, menjadikan pemerintahannya sebagai yang terpendek dalam sejarah negara tersebut. Kejadian mengejutkan itu langsung memengaruhi sentimen pasar Eropa dan mendorong pelarian modal ke emas. Dengan berbagai krisis politik di Asia dan Eropa, logam mulia ini kian dilihat sebagai satu-satunya instrumen stabil di tengah ketidakpastian.

3. Permintaan global dan proyeksi kenaikan harga emas

ilustrasi emas (pexels.com/Michael Steinberg)

Reli harga emas tahun ini juga ditopang oleh permintaan tinggi dari investor institusi, pengelola dana, dan bank sentral di berbagai negara. Bank Sentral China, People’s Bank of China, tercatat menambah cadangan emas selama 11 bulan berturut-turut hingga September 2025. Lonjakan pembelian dari lembaga keuangan besar ini menjadikan emas semakin populer sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan risiko geopolitik.

Goldman Sachs memperkirakan tren ini akan berlanjut, dengan target harga emas Desember 2026 dinaikkan menjadi 4.900 dolar AS (sekitar Rp81,3 juta) per ons dari proyeksi awal 4.300 dolar AS (sekitar Rp71,3 juta). Perkiraan itu didukung arus dana besar ke exchange-traded fund (ETF) serta pembelian berkelanjutan oleh bank sentral dunia.

“Saya melihat emas mencapai 4.300 dolar AS (setara Rp71,3 juta) per ons dalam enam bulan ke depan karena dolar AS diperkirakan akan terus melemah,” kata Michael Langford dari Scorpion Minerals, dikutip dari CNN.

Permintaan global yang kuat dan tekanan terhadap dolar diyakini akan memperpanjang reli harga emas hingga tahun depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team