Ilustrasi harga minyak (IDN Times/Arief Rahmat)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan harga minyak mentah utama di pasar internasional, antara lain kekhawatiran pasar atas kondisi ekonomi global khususnya di kawasan Eropa dan AS yang disebabkan rencana kenaikan tingkat suku bunga oleh European Central Bank sebesar 50 basis poin menjadi 3 persen. Itu diambil sebagai upaya untuk mengatasi inflasi dan menurunkan minat investor pada pasar komoditas.
Faktor berikutnya adalah kenaikan nilai tukar dolar AS akibat ekspektasi bahwa bank sentral AS atau Federal Reserve (the Fed) akan menaikkan tingkat suku bunga. Itu membuat komoditas minyak mentah menjadi lebih mahal sehingga investor menurunkan permintaan akan komoditas minyak mentah dan beralih pada investasi lain.
Kemudian, penurunan unemployment rate AS di Januari 2023 menjadi sebesar 3,4 persen sebagai yang terendah sejak 1969, berimbas pada kekhawatiran kenaikan suku bunga oleh the Fed yang berkepanjangan.
"Faktor lainnya, rencana Departemen Energi AS untuk melepas 26 juta barel minyak dari Strategic Petroleum Reserve (SPR) menambah kekhawatiran pasar akan oversupply minyak mentah," tulis Kementerian ESDM, mengutip Executive Summary Tim Harga Minyak Mentah Indonesia.
Kementerian ESDM menjelaskan, harga minyak juga dipengaruhi oleh pasokan minyak mentah dunia, di mana berdasarkan laporan IHS bulan Februari 2023, proyeksi pertumbuhan pasokan minyak mentah global di 2023 naik sebesar 0,9 juta barel per hari menjadi 2 juta barel per hari, jika dibandingkan proyeksi bulan sebelumnya.
Berdasarkan Laporan Mingguan EIA (U.S. Energy Information Administration), terdapat peningkatan stok Amerika Serikat pada bulan Februari 2023 dibandingkan bulan sebelumnya sebagai berikut :
a. Minyak mentah naik sebesar 26,3 juta bbls menjadi 479 juta bbls.
b. Gasoline naik sebesar 5,5 juta bbls menjadi 240,1 juta bbls.
c. Distillate naik sebesar 4,3 juta bbls menjadi 121,9 juta bbls.