Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menkeu Waspadai Anjloknya Harga Minyak dan CPO, Apa Imbasnya?

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai pelemahan harga komoditas yang akan mempengaruhi perekonomian Indonesia khususnya pendapatan negara. Lantaran sejak tahun lalu harga komoditas mengalami kenaikan sehingga membantu menambah pundi-pundi penerimaan negara.

"Kita lihat adanya tren penurunan, ini karena memang perang yang sudah 1 tahun menimbulkan respons mengenai mitigasi dari harga komoditas, namun ketidakpastiannya masih tinggi," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (22/2/2023).

1.Tren harga komoditas menurun

Ilustrasi Penurunan Harga Minyak (IDN Times/Arief Rahmat)

Ia menyebut harga gas yang menurun tajam dari masa puncaknya di 7,53 dolar per MMBTU, kini hanya 2,43 dolar per MMBTU. Lalu batubara yang pernah mencapai 438 dolar dan  sekarang hanya sekitar separuhnya 217,7 dolar per metrik ton.

Sri Mulyani juga menyoroti harga minyak mentah berjangka Brent yang saat ini dipatok 84 dolar per barel. "Ini juga terus mengalami pergerakan yang cukup dinamis. Ini karena faktor perang maupun adanya faktor mengenai concern climate change," ungkapnya.

Sementara harga minyak sawit mentah alias crude palm oil atau harga CPO sempat drop di angka 720 dolar per ton, meskipin sekarang sudah tembus 900 dolar per ton lagi.

"Tapi nilai harga ini jauh lebih rendah dibandingkan masa puncaknya, yang semua itu terjadi di pertengahan tahun 2022, yaitu 1.779 dolar AS," imbuhnya.

2.Harga gandum, kedelai hingga jagung masih tinggi

Pekerja membersihkan kedelai yang akan dibuat menjadi tempe di Kota Karang, Telukbetung Timur, Bandar Lampung, Lampung, Rabu (23/2/2022). (ANTARA FOTO/Ardiansyah)

Di sisi lain, Sri Mulyani menyebut harga komoditas impor gandum sempat meloncat naik  dari posisi 1.224,7 dolar per bushels sekarang menurun menjadi 775 dolar per bushels.

Sementara itu, kedelai masih mengalami kenaikan. Ini tentu untuk Indonesia, karena kita adalah pemakan dari tahu/tempe dan produk kedelai seperti kecap, ini masih di level tinggi 1.525 dplar  per bushels. Sedangkan komoditas jagung tercatat masih tinggi di level 677 dolar.

"Jadi kalau kita lihat dari komoditas ini, sebagian pasti kita akan memproyeksikan pengaruhnya ke perekonomian dan APBN  Kita yang mengalami penurunan, dan masih bertahan dalam situasi tinggi," ucapnya.

3.Perekonomian Global

ilustrasi pemanasan global (IDN Times/Aditya Pratama)

Suasana dunia masih dalam kondisi ekonominya tertekan, terutama di motori oleh negara Eropa terkena imbas dari perang Rusia-Ukraina. Terlebih Amerika Serikat yang ikut terlibat dalam perang namun saat yang sama inflasinya tinggi.

Sementara negara Tiongkok mulai menunjukkan pemulihan setelah adanya kebijakan locdown.

“Tahun 2022, seluruh negara-negara didunia pertumbuhannya relatif lebih rendah dari tahun 2021. Indonesia catat pertumbuhan 5,3 persen (yoy) relatif dalam situasi sangat baik dibandingkan negara dikawasan ASEAN dan G20 , ini sebuah prestasi yang menunjukkan resiliensi pemulihan ekonomi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
Hana Adi Perdana
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us