Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Amerika Serikat (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi bendera Amerika Serikat (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Intinya sih...

  • Tingkat inflasi Amerika Serikat (AS) naik menjadi 2,4 persen pada Mei 2025, lebih tinggi dibanding April

  • Ukuran inflasi inti yang tidak mencakup makanan dan energi tetap stabil di 2,8 persen, hanya naik 0,1 persen dari April. Para ekonom tetap berhati-hati membaca tren jangka panjang.

  • Kebijakan perdagangan Trump memicu ketidakpastian bisnis dan menyebabkan lonjakan biaya impor yang mulai dibebankan kepada konsumen.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Tingkat inflasi Amerika Serikat (AS) naik menjadi 2,4 persen pada Mei 2025, lebih tinggi dibanding April yang sempat mencapai titik terendah empat tahun di 2,3 persen. Kenaikan ini terjadi ketika efek tarif mulai menyebar luas, meski belum terlihat dominan dalam laporan resmi. Harga konsumen hanya naik 0,1 persen bulan lalu, berdasarkan data terbaru Indeks Harga Konsumen dari Biro Statistik Tenaga Kerja yang dirilis pada Rabu (11/6/2025).

Angka inflasi ini sedikit lebih baik dari perkiraan, memberikan harapan bagi warga AS yang telah lama dibebani biaya hidup tinggi. Namun, laporan tersebut mulai menunjukkan sinyal potensi kenaikan harga dan penurunan permintaan. Proyeksi awal memperkirakan inflasi bulanan 0,2 persen dan tahunan 2,5 persen, menurut FactSet.

Seorang ekonom senior dari Wells Fargo mengomentari laporan ini kepada CNN.

“Ini adalah pembacaan yang baik dalam hal mencari inflasi yang lebih lembut,” kata Michael Pugliese.

Ia menilai masih terlalu dini untuk menyimpulkan dampak tarif terhadap inflasi.

ilustrasi inflasi (freepik.com/freepik)

1. Inflasi inti tetap stabil dan pasar menyambut positif

Ukuran inflasi inti yang tidak mencakup makanan dan energi tetap stabil di 2,8 persen, hanya naik 0,1 persen dari April. Stabilitas ini memberi kelegaan pasar yang khawatir pada tekanan harga lebih lanjut akibat kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Meski begitu, para ekonom tetap berhati-hati membaca tren jangka panjang.

Pugliese mengatakan bahwa dampak tarif belum bisa diukur secara pasti dalam waktu dekat. Menurutnya, efek kebijakan bisa bersifat kompleks dan tidak langsung muncul dalam laporan inflasi bulanan. Para analis menilai laporan inflasi kali ini merupakan sinyal awal yang harus dipantau dengan cermat dalam beberapa bulan ke depan.

“Kenaikan harga yang didorong oleh tarif mungkin belum masuk ke data CPI selama beberapa bulan lagi,” kata Seema Shah dari Principal Asset Management dalam catatan kepada klien, dikutip dari NBC News.

Ia menambahkan, potensi lonjakan harga baru akan tampak di akhir musim panas, baik dalam margin keuntungan maupun dalam inflasi umum.

2. Bisnis tertekan, harga mulai naik karena tarif Trump

ilustrasi tarif (pexels.com/Markus Winkler)

Kebijakan perdagangan Trump memicu ketidakpastian bisnis dan menyebabkan lonjakan biaya impor yang mulai dibebankan kepada konsumen. Beberapa perusahaan memilih segera menaikkan harga, sementara lainnya mencoba menunda. Walmart misalnya, mengumumkan bahwa kenaikan harga akan dimulai pada akhir Mei.

Perusahaan Lalo yang menjual perlengkapan bayi menjadi salah satu yang paling terpapar tarif karena hampir semua produknya bersumber dari China. CEO Michael Wieder mengatakan perusahaan akhirnya menaikkan harga setelah berbulan-bulan menahan. Ia mengumumkan kebijakan itu lewat email mingguan “Tariff Tuesday” kepada pelanggan.

“Sulit untuk menjelaskan kepada semua orang bahwa kami perlu menjaga agar lampu tetap menyala. Kami perlu membayar karyawan kami,” kata Wieder kepada CNN.

Ia menekankan kenaikan harga bukan demi keuntungan, karena laba justru menurun.

Survei dari Federasi Nasional Bisnis Independen (NFIB) menunjukkan 31 persen anggotanya berencana menaikkan harga pada Mei, naik dari 28 persen pada April. Penurunan harga pakaian, mobil, dan furnitur sempat meredam CPI, tetapi para analis melihat itu sebagai fluktuasi sementara. Kepercayaan konsumen pun masih lemah sejak Trump mengumumkan tarif besar 55 persen terhadap produk dari China.

3. Proyeksi ekonomi jangka pendek masih rentan terhadap lonjakan harga

ilustrasi telur (pexels.com/Matheus Bertelli)

Data menunjukkan bahwa inflasi Mei sebagian besar didorong oleh sektor perumahan, yang naik 0,3 persen meski inflasinya melambat menjadi 3,9 persen. Harga makanan juga meningkat, tetapi harga telur justru turun 2,7 persen. Beberapa kategori seperti peralatan dan mainan mencatatkan kenaikan harga signifikan untuk dua bulan berturut-turut.

Meski ada pelonggaran pada jasa, beberapa penurunan harga seperti tiket pesawat dipengaruhi oleh penyesuaian musiman dari Biro Statistik Tenaga Kerja. Ekonom UBS Alan Detmeister mengingatkan bahwa faktor teknis seperti ini perlu diperhitungkan sebelum menarik kesimpulan makro. Preston Caldwell dari Morningstar juga menolak anggapan bahwa tarif dibayar oleh produsen asing.

“Dengan proses eliminasi, bisnis AS yang mengimpor barang pasti menanggung biayanya saat ini,” tulis Caldwell dalam catatan kepada klien pada Rabu.

Ia mengatakan bahwa perusahaan tidak bisa menanggung beban ini selamanya, dan tekanan terhadap konsumen kemungkinan akan meningkat.

Laporan dari S&P Global menyebut pabrik-pabrik mencatat kenaikan harga terbesar sejak 2022. Institute of Supply Management juga menyoroti bahwa tarif menyebabkan kekacauan dalam perencanaan masa depan perusahaan. Bank of America melaporkan penurunan pengeluaran konsumen, dan banyak orang mulai mengurangi rencana perjalanan untuk menghemat uang.

Analis dari Pantheon Macroeconomics menilai bahwa efek tarif terhadap harga akan lebih terlihat tiga bulan ke depan. Pengalaman dari tarif mesin cuci tahun 2018 menunjukkan bahwa ketika harga mulai naik, dampaknya langsung terasa. Proyeksi ke depan tetap menunjukkan inflasi belum keluar dari tekanan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team