Ilustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)
Pada awal pandemik, yakni 2020, pemerintah fokus pada menjaga stabilitas perekonomian, agar tidak terseret terlalu dalam terhadap dampak pandemik COVID-19.
Berbagai stimulus pun mulai diberikan untuk menjaga perekonomian Tanah Air, mulai dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dianggarkan hingga ratusan triliun rupiah, stimulus fiskal, peningkatan likuiditas di perbankan atau quantitative easing (QE) dari Bank Indonesia, (BI), dan yang masih berjalan ialah penetapan suku bunga yang terendah sepanjang sejarah.
Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan berbagai stimulus pada jasa keuangan, tepatnya diberikan melalui Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).
Di 2021, kebijakan-kebijakan tersebut tetap diberikan. Namun, diiringi dengan upaya pemulihan ekonomi dari dampak pandemik. Sementara di 2022 ini, upaya pemulihan ekonomi akan dipercepat, serta fokus pada antisipasi dampak global.
"Adanya perkembangan-perkembangan risiko yang baru. Seperti efek rambatan dan kompleksitas kebijakan yang memunculkan spill over atau rambatan antar negara yang muncul akibat proses pemulihan ekonomi yang tidak merata kecepatannya maupun dari level pemulihannya, munculnya tekanan inflasi, dan juga terjadinya supply disruption," kata Sri Mulyani.
Menurutnya, risiko-risiko global tersebut bisa menimbulkan kompleksitas lingkungan kebijakan. Sehingga, KSSK akan terus memantaunya, mewaspadai, dan juga memberikan respons yang baik demi mencegah dampaknya pada perekonomian nasional.