Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi: Pengolahan MBG di SPPG Gagaksipat, Boyolali. (IDN Times/Larasati Rey)
Ilustrasi: Pengolahan MBG di SPPG Gagaksipat, Boyolali. (IDN Times/Larasati Rey)

Intinya sih...

  • Pemerintah mau menambah anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp28 triliun.

  • Hal itu diungkapkan di tengah melonjaknya jumlah korban keracunan MBG.

  • Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyatakan, sebanyak 8.649 anak menjadi korban keracunan MBG.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Desakan untuk memberhentikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) makin besar seiring melonjaknya kasus keracunan makanan akibat menyantap MBG. Badan Gizi Nasional (BGN) selaku pelaksana program itu, merilis data sebanyak 5.914 penerima manfaat menjadi korban keracunan makanan dari MBG selama periode Januari-September 2025.

Bahkan, menurut Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), sebanyak 8.649 anak menjadi korban keracunan MBG. Dalam dua pekan terakhir, JPPI mencatat ada lonjakan jumlah keracunan mencapai 3.289 anak.

Namun, di tengah terus bertambahnya korban MBG yang didominasi anak-anak, pemerintah menyatakan siap menambah anggaran program andalan Presiden Prabowo Subianto tersebut. Pemerintah menyatakan tak masalah mengulurkan tambahan sebesar Rp28 triliun jika dibutuhkan.

Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa usai bertemu dengan Kepala BGN, Dadan Hindayana untuk membahas serapan anggaran MBG.

"Anggarannya sudah ada, jadi tinggal digeser saja, tidak ada masalah,” kata Purbaya di kantor BGN, Jumat (26/9/2025).

Pertemuan tersebut dilakukan setelah laporan tentang serapan anggaran BGN yang rendah membuat Menkeu Purbaya mengeluarkan peringatan. Dalam Media Briefing di Kemenkeu, Jumat (19/9/2025), dia menegaskan pemerintah tidak akan ragu untuk melakukan realokasi anggaran jika tingkat penyerapan masih rendah.

“Pada akhir Oktober akan kami hitung. Kalau penyerapannya rendah, ya uangnya akan kami ambil dan alihkan ke pos lain, atau digunakan untuk mengurangi defisit dan utang,” tegas Purbaya saat itu. Langkah itu, menurutnya, agar anggaran negara dapat digunakan secara efektif dan efisien.

1. BGN kejar target serap anggaran Rp99 triliun hingga akhir 2025

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana dan Menteri Keuangan Purbaya di Gedung Badan Gizi Nasional (IDN Times/Triyan).

Menurut catatan Kementerian Keuangan, hingga 8 September 2025, penyerapan anggaran mencapai Rp13,2 triliun dari Rp71 triliun yang sebelumnya dianggarkan pemerintah. Angka ini setara dengan 8,3 persen. Realisasi anggaran ini digunakan untuk melayani lebih dari 22,7 juta penerima melalui 7.644 satuan pelaksana di lapangan.

Pada saat itu, Dadan menjelaskan bahwa realisasi itu sudah melampaui target awal sebesar Rp9 triliun. Dia mengatakan serapan yang lambat itu disebabkan proses Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) belum banyak terbentuk pada awalnya.

Dalam pertemuan dengan Menkeu Purbaya di BGN sesudahnya, persoalan serapan anggaran yang rendah itu kembali ditepis Dadan. Dia yakin penyerapan akan berjalan lancar hingga akhir tahun. BGN pun bahkan meminta tambahan anggaran Rp28 triliun.

Dadan yakin mampu menyerap anggaran MBG sebesar Rp99 triliun hingga akhir 2025. Target serapan itu termasuk dengan anggaran tambahan yang diajukan BGN. Menurut Dadan, Presiden Prabowo Subianto sudah memberikan lampu hijau untuk penambahan anggaran tersebut.

"Insyaallah bisa terserap. Bahkan kami berencana meminta tambahan (Rp28 triliun) ke Pak Menkeu, sesuai dana standby yang memang sudah disiapkan oleh Presiden,” ujar Dadan.

Dia mengatakan, Prabowo sudah menyiapkan Rp100 triliun untuk memperluas cakupan penerima MBG hingga 82,9 juta orang. Adapun penyerapan anggaran akan dipercepat dengan penambahan 10 ribu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG.

Hingga Jumat, (26/9/2025), realisasi serapan MBG mencapai Rp19,3 triliun, sedikit di atas target September sebesar Rp19 triliun. BGN memproyeksikan total serapan bulan ini bisa menembus Rp21,2 triliun.

“Target September sudah terlampaui. Kita perkirakan realisasi bulan ini akan lebih tinggi Rp2,2 triliun dari estimasi,” kata Dadan.

2. Pemerintah mau tambah jumlah penerima manfaat saat kasus keracunan meningkat

Aksi Protes Keracunan MBG, Puluhan Ibu di Jogja Pukuli Panci. (IDNTimes/ Herlambang Jati)

Salah satu alasan Dadan mengenai lambatnya penyerapan anggaran adalah karena jumlah penerima manfaat yang masih sedikit. Dadan menjelaskan mekanisme serapan anggaran MBG identik dengan jumlah penerima manfaat. Semakin banyak penerima manfaat, maka serapan anggaran akan meningkat.

"Penyerapan di Badan Gizi itu identik dengan jumlah penerima manfaat. Semakin besar penerima manfaat, maka penyerapan akan berkorelasi positif," sebutnya.

Oleh karena itu, menurutnya, BGN menargetkan peningkatan menjadi 14 ribu SPPG, yang diharapkan dapat menjangkau hingga 42 juta penerima manfaat pada September 2025.

Pada Senin, (22/9/2025) lalu, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara mengungkapkan, dirinya berharap jumlah penerima manfaat MBG akan terus bertambah setiap harinya, hingga akhirnya mencapai target nasional sebanyak 82,9 juta orang.

"Jumlah ini terus meningkat, dan kita berharap dari hari ke hari akan ada peningkatan pelayanan kepada penerima makan bergizi gratis, sehingga nantinya akan mencapai target menuju 82,9 juta penerima makan bergizi gratis," ucap Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTA.

Adapun Pulau Jawa menjadi wilayah dengan jumlah penerima manfaat MBG terbesar, yakni sebanyak 13,26 juta orang, disusul Sumatra sebanyak 4,86 juta, Kalimantan 1,03 juta, Sulawesi 1,70 juta, Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 1,34 juta, serta Maluku dan Papua sebanyak 0,52 juta penerima.

3. BGN ungkap punya anggaran buat tanggung pengobatan korban keracunan MBG

Ibu menyusui keracunan MBG di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (IDN Times/Azzis Zulkhair)

Dengan anggaran jumbo, BGN menyatakan akan menanggung seluruh biaya pengobatan korban keracynan MBG. Sementara itu, Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang mengatakan pihaknya akan menggunakan dana operasional untuk menanggung pengobatan.

"Kan kita punya dana, ada yang kita ambilkan misalnya dari operasional, kejadian luar biasa, dan macam-macam itu kan pasti kita sediakan, itu full dari BGN, semua ditanggung (biaya pengobatan)," ujar Nanik di Cibubur, Jawa Barat, pada Kamis (25/9/2025).

Nanik menjelaskan, biaya pengobatan tidak akan dibebankan kepada pihak orang tua, sekolah, hingga pemerintah daerah.

"Kita enggak membebani apapun pada orang tua atau kepada pemerintah daerah, jadi nanti tinggal pihak rumah sakit memanggil kami ke BGN," tutur Nanik.

Lebih lanjut, dia menambahkan contoh kasus di Sulawesi Tengah ketika ada tagihan Rp350 juta dari rumah sakit yang ditanggung penuh oleh BGN.

"Contoh di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, ada tagihan Rp350 juta dari rumah sakitnya, kita bayar semua, bahkan kemarin berapa miliar sudah kita siapkan," kata Nanik.

Dalam acara penutupan Musyawarah Nasional VI PKS di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025), Prabowo mengatakan, dalam 11 bulan program itu akan menjangkau 30 juta penerima manfaat. Menurutnya, kasus keracunan memberikan 0,00017 persen kesalahan dari program MBG.

"Saudara-saudara sekalian, sampai hari ini sudah menjelang 30 juta penerima manfaat. 30 juta anak dan ibu-ibu hamil tiap hari menerima makanan. Bahwa ada kekurangan, iya. Ada keracunan makanan, iya. Kami sudah menghitung dari semua makanan yang keluar, penyimpangan atau kekurangan atau kesalahan itu adalah 0,00017 persen," ujar Prabowo.

Meski ada hambatan, termasuk dalam distribusinya, menurut Prabowo belum ada satu pun negara yang bisa mendistribusikan MBG ke 30 juta penerima dalam waktu kurang dari 1 tahun. "Bahkan, Brasil memerlukan waktu 11 tahun untuk mencapai 40 juta penerima manfaat. Presiden Lula (da Silva) yang cerita itu ke saya, kalau mereka butuh waktu 11 tahun. Kita dalam 11 bulan sudah (menjangkau) 30 juta penerima," ucap Prabowo.

"Apakah ada kekurangan? Ada. Tapi, manfaatnya sangat-sangat besar," sambung dia.

Pernyataan Prabowo berbanding terbaik dengan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan alias Zulhas. Sebelumnya, Zulhas mengatakan pemerintah melihat kasus keracunan bukan dari angka.

"Kami menegaskan insiden bukan sekadar angka, tetapi menyangkut keselamatan generasi ke depan," ucap Zulhas usai rakortas kejadian luar biasa (KLB) MBG di kantor Kemenkes, Minggu (28/9/2025).

4. Kucuran anggaran yang disiapkan capai Rp300 triliun buat MBG

Presiden Prabowo Subianto menyaksikan akad massal dan serah terima kunci program kredit pemilikan rumah (KPR) rumah subsidi di Cileungsi, Bogor (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Di tengah ramainya pembahasan tentang kasus-kasus keracunan MBG, Prabowo justru menggarisbawahi manfaat program yang disebutnya jauh lebih besar dari kekurangannya. Prabowo berkukuh akan terus melanjutkan program MBG. Bahkan, kata Prabowo, pemerintah bakal menyelamatkan anggaran Rp300 triliun untuk program MBG.

"Kita telah menyelamatkan minimal Rp300 triliun. Rp300 triliun inilah yang kita pakai untuk Makan Bergizi Gratis (MBG)," ujar Prabowo.

Menurut Prabowo, sejak MBG diluncurkan, sudah tercipta lapangan pekerjaan baru. Bahkan, Prabowo menargetkan pada Januari hingga Februari 2026, sudah ada 1,5 juta lapangan pekerjaan baru dari program MBG.

"Kita telah berhasil menghidupkan ekonomi rakyat. Bahwa tiap hari kita butuh telur, sayur, ikan, ayam, dan bahan-bahan dari kampung-kampung itu sendiri. Dari kecamatan itu sendiri," ujar Prabowo.

Menurut data Kemeterian Keuangan, anggaran MBG yang dialokasikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar Rp335 triliun.

Dari total anggaran tersebut, sebanyak Rp223,6 triliun dialokasikan ke belanja fungsi pendidikan yang menyasar 71,9 juta siswa. Sementara itu, Rp24,7 triliun dialokasikan ke belanja fungsi kesehatan yang difokuskan bagi ibu hamil dan menyusui dengan anggaran Rp2,9 triliun, serta balita yang belum bersekolah atau di PAUD dengan alokasi Rp8,1 triliun.

5. Potensi korupsi dari celah anggaran jumbo BGN

Pemaparan Sri Mulyani ketika rapat bersama Badan Anggaran DPR soal dana anggaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). (Tangkapan layar YouTube Banggar DPR)

Anggaran jumbo BGN untuk program MBG melahirkan kerentanan terhadap korupsi. Transparency International Indonesia (TII) menyebutkan potensi kerentanan dalam pelaksanaan program MBG bersumber pada tata kelola yang belum optimal, kemungkinan tumpang tindih kepentingan, serta praktik pengadaan barang dan jasa yang dinilai belum sepenuhnya akuntabel.

Dalam laporan bertajuk Risiko Korupsi di Balik Hidangan Makan Bergizi Gratis TII memaparkan dengan estimasi anggaran mencapai Rp400 triliun dan target penerima manfaat sebanyak 82,9 juta orang, MBG menjadi salah satu program prioritas nasional.

Melalui pendekatan Corruption Risk Assessment (CRA), kajian TII mengidentifikasi sejumlah titik rawan yang dinilai berisiko dalam pelaksanaan MBG.

Transparency International Indonesia (TII) mencatat belum adanya regulasi pelaksana berupa Peraturan Presiden hingga pertengahan 2025. Program MBG masih dijalankan berdasarkan petunjuk teknis internal, yang dinilai belum cukup sebagai dasar hukum dan mengaburkan mandat koordinasi antarinstansi.

TII juga menyoroti proses penunjukan mitra pelaksana Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang dilakukan tanpa mekanisme verifikasi terbuka. Beberapa yayasan pengelola disebut memiliki afiliasi dengan aktor politik, institusi militer, dan kepolisian. Salah satu contoh yang disorot adalah keterlibatan aparat kepolisian lalu lintas dalam proses distribusi, yang dinilai tidak sesuai dengan fungsi pokoknya.

Dalam aspek pengadaan barang dan jasa, laporan TII menemukan bahwa sebagian besar kegiatan tidak terdokumentasi secara terbuka dan belum didukung sistem pengawasan berbasis data. Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) Komisi Pemberantasan Korupsi, sektor pengadaan masih mendominasi kasus suap dan gratifikasi, dan MBG menunjukkan indikator yang serupa.

Lemahnya pengawasan juga menjadi perhatian, terutama terkait risiko mark-up harga dan penggunaan bahan pangan berkualitas rendah. Salah satu kasus yang tercatat adalah insiden keracunan makanan yang dialami siswa penerima manfaat.

Selain itu, TII mengingatkan kebijakan menyasar 82,9 juta penerima manfaat tanpa skema prioritas berisiko menimbulkan beban fiskal. Kajian Corruption Risk Assessment memperkirakan potensi pelebaran defisit hingga 3,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto, melebihi ambang batas 3 persen yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara.

Kerugian keuangan negara dari program tersebut diperkirakan mencapai Rp1,8 miliar per tahun untuk setiap satuan layanan SPPG.

Editorial Team