Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Air Mata di Balik Tragedi Keracunan MBG, Janji Negara yang Tertinggal

Makanan MBG di salah satu sekolah di Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel), diduga berbau busuk, Jumat (23/5/2025)  (Dok. Istimewa)
Makanan MBG di salah satu sekolah di Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel), diduga berbau busuk, Jumat (23/5/2025) (Dok. Istimewa)

Jakarta, IDN Times - “Pas saya minum, ada kuning-kuning, langsung muntah,” ujar Ranti Selan dengan suara lirih saat ditemui di ruang perawatan RSU Leona Kupang. Tubuhnya masih lemah, sesekali ia menunduk menahan pusing. Wajah pucat itu menyimpan kisah yang membuat para orang tua terhenyak, makanan yang seharusnya bergizi, justru membawa bencana.

Rabu (24/9/2025) siang, suasana di SD tempat Ranti belajar mendadak berubah mencekam. Menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dibagikan pukul 12.20 WITA hari itu tampak janggal. Sayur, telur, dan tahu yang disajikan terlihat berlendir.

“Saya coba gigit sekali, rasanya masam. Kayak sudah basi,” kenangnya.

Belum selesai dengan makanan, kecurigaan semakin kuat ketika Ranti membuka susu. Dari dalam kemasan, tampak gumpalan kuning seperti lendir, bahkan sempat terlihat ulat kecil. Ia yang baru saja meneguk langsung memuntahkannya kembali

Tak butuh waktu lama, tubuhnya melemah. Pusing, mual, muntah, hingga diare menyerang. Teman-temannya mengalami hal serupa. Di RSU Leona Kupang, belasan siswa menjalani perawatan, termasuk Ranti.

“Ini pertama kali terjadi di sekolah kami,” katanya pelan, sebelum terdiam lama. Program makan siang gratis yang digadang-gadang membawa harapan, justru menyisakan trauma dan rasa takut bagi anak-anak dan orang tua mereka.

Di Palembang, kisah serupa dialami Agung, siswa SDN 178. Ibunya, Sinta, masih trauma melihat putranya kejang-kejang usai menyantap menu MBG berisi nasi putih, ayam katsu, tahu goreng, salad mayones, dan pisang.

“Saya trauma lihat anak saya, terlebih dia sempat kejang-kejang,” ucapnya.

Kisah Ranti dan Agung hanya potret kecil dari fenomena besar yang kini mencuat. Desakan menghentikan MBG semakin menguat seiring bertambahnya korban dari siswa. Berdasarkan Data Badan Gizi Nasional (BGN) sepanjang Januari hingga September 2025, terdapat 5.914 korban keracunan MBG.

1. Lonjakan kasus keracunan MBG gegara bakteri

IMG-20250926-WA0041.jpg
Grafik Tren Bulanan Keracunan MBG (Dok. Istimewa)

Dari data BGN yang dipaparkan saat konferensi pers pada Jumat (26/9/2025), lonjakan signifikan terjadi pada Agustus sebanyak 1.988 korban dari 40 kasus dan naik pada September dengan 2.210 korban dari 45 kasus.

Padahal, di awal tahun, kasus masih relatif rendah: Januari ada 94 korban dari 3 kasus, Februari dengan 496 korban dari 4 kasus, April sebanyak 313 korban dari 3 kasus, Mei ada 433 korban dari 3 kasus, serta Juli sebanyak 380 korban dari 3 kasus. Pada Maret dan Juni, tidak tercatat adanya kasus.

Kasus terbesar terjadi di Kota Bandar Lampung dengan 503 korban, disusul Kabupaten Lebong, Bengkulu ada 467 korban, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat sebanyak 411 korban, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah 339 korban, dan Kabupaten Kulon Progo, DIY (305 korban).

BGN mengungkap, penyebab utama keracunan berasal dari kontaminasi berbagai bakteri. Temuan itu meliputi E. Coli pada air, nasi, tahu, dan ayam; Staphylococcus Aureus pada tempe dan bakso; Salmonella pada ayam, telur, dan sayur; Bacillus Cereus pada mie; serta bakteri lain seperti Coliform, PB, Klebsiella, dan Proteus yang umumnya berasal dari air terkontaminasi.

2. Isak tangis pejabat BGN di tengah keracunan massal MBG

IMG-20250926-WA0027.jpg
Konpers BGN di Kantor BGN/ dok Istimewa

Tangisan tidak hanya terdengar di bawah, di sebuah ruang Kantor BGN, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025) sore, tangis pejabat BGN pecah.

Dengan isak tangis, Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang meminta maaf atas insiden keracunan yang menimpa para siswa usai menyantap MBG. Dengan mata berkaca-kaca, suaranya bergetar saat memulai pernyataan.

“Dari hati saya yang terdalam, saya mohon maaf... Saya seorang ibu, saya mohon maaf,” ujarnya, terisak.

Ia mengakui bahwa rangkaian kasus ini bukan sekadar kelalaian di dapur atau di tingkat sekolah, tetapi juga kesalahan besar di pusat.

“Kami mengaku salah. Pengawasan kami masih kurang. Kejadian ini 80 persen karena SOP yang tidak dipatuhi, baik oleh mitra maupun tim kami sendiri,” tegasnya.

Dengan suara bergetar, Nanik berjanji semua biaya perawatan akan ditanggung penuh. Ia mengingatkan bahwa niat awal program MBG adalah menghadirkan keadilan gizi bagi anak-anak Indonesia. Namun kenyataan pahit yang muncul justru meninggalkan luka.

“Satu anak sakit pun adalah tanggung jawab kami. Itu kesalahan kami,” ucapnya lirih.

3. Saat SPPG gunakan bahan basi

Pembagian MBG di SMP N 19 Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)
Pembagian MBG di SMP N 19 Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Namun di tengah isak tangisnya, suara Nanik tiba-tiba meninggi saat mengingat salah satu dapur di Cipongkor, Bandung. Ia marah ketika mengetahui SPPG di sana menggunakan bahan basi.

“Saya tidak mentolerir bahan baku yang tidak fresh! Kejadian di Bandung ini sungguh di luar nalar. Bagaimana mungkin ayam dibeli hari Sabtu, baru dimasak di hari Rabu?!” suaranya meninggi, memecah hening ruangan.

Sebagai langkah tegas, BGN menutup 40 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dari total 45 dapur yang terbukti tidak memenuhi SOP. Penutupan dilakukan tanpa batas waktu, hingga seluruh investigasi tuntas dan perbaikan sarana selesai.

"Dari 45 dapur itu, 40 dapur kami nyatakan ditutup untuk batas waktu yang tidak ditentukan. Penutupan berlaku sampai seluruh proses penyelidikan, investigasi, serta perbaikan sarana dan fasilitas selesai dilakukan,” kata Nanik.

Nanik menegaskan BGN telah mengirimkan surat kepada seluruh mitra penyelenggara SPPG agar segera melengkapi dokumen wajib berupa Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), sertifikat halal, serta sertifikat penggunaan air layak konsumsi. Batas waktu yang diberikan adalah satu bulan.

“Kalau dalam satu bulan para mitra di seluruh Indonesia tidak memenuhi tiga hal ini, maka kami akan menutup. Mohon maaf, kontrak hanya satu tahun, dan ada klausul yang memungkinkan kami menghentikan kerja sama secara sepihak. Kami tidak akan main-main dengan kesehatan anak-anak Indonesia,” tegasnya.

Ia menyesalkan kelalaian 45 dapur SPPG tersebut berimbas pada keberlangsungan 9.400 dapur lain yang kini terancam.

Selain pengetatan aturan, BGN juga mewajibkan setiap dapur SPPG dipimpin oleh dua chef bersertifikasi. Satu chef akan mewakili BGN, sementara satu lainnya disiapkan oleh mitra penyelenggara.

“Aturan ini untuk memastikan standar keamanan pangan benar-benar terjaga,” ujar Nanik.

4. Instruksi Prabowo ke para menteri

Prabowo Subianto
Presiden Prabowo Subianto melalui video menanggapi kerusuhan dan kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan saat demonstrasi di DPR RI, Kamis, 28 Agustus 2025. (Dok. Sektretariat Presiden)

Kasus keracunan massal usai konsumsi MBG sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. Prabowo mengumpulkan sejumlah menteri di Kabinet Merah Putih di kediaman pribadinya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, pada Minggu (28/9/2025).

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, mengatakan salah satu pembahasan terkait makan bergizi gratis (MBG). Terutama, saat ini sudah terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan massal MBG.

"Beliau langsung memberikan petunjuk-petunjuk terhadap perbaikannya, sehingga hari ini dipimpin oleh Menko Pangan mengadakan rapat di Kementerian Kesehatan untuk tadi bahwa paling utama adalah keselamatan anak-anak kita," ujar Prasetyo.

Prabowo juga sudah memberikan sejumlah petunjuk untuk Badan Gizi Nasional (BGN), yang harus diterapkan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

"Kami melaporkan hasil rapat kita tadi siang dengan rencana perbaikan ke depan terhadap tata kelola dan di situ terus terang bapak presiden dari kemarin memberikan petunjuk-petunjuk yang sangat detail bahkan sangat teknis misalnya berkenaan dengan masalah kedisiplinan prosedur," kata dia.

"Terutama masalah kebersihan yang itu berkaitannya dengan masalah air. Beliau sangat concern karena dari beberapa sampel. Karena dari beberapa sampel yang sudah selesai, itu salah satu penyebab utamanya adalah bakteri," sambungnya.

Menurutnya, Presiden Prabowo menekankan agar semua SPPG disiplin dalam melaksanakan SOP kebersihan.

"Salah satunya juga kedisiplinan kita didalam melakukan proses memasak di setiap dapur-dapur tersebut," ucap dia.

5. Kasus MBG bak gunung es berujung desakan moratorium

Kepala BGN, Dadan Hindayana dan Menko Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimmin Iskandar kala meninjau salah satu dapur MBG di Sleman.. (IDN Times/Tunggul Damarjati)
Kepala BGN, Dadan Hindayana dan Menko Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimmin Iskandar kala meninjau salah satu dapur MBG di Sleman.. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Meski demikian desakan untuk menghentikan program unggulan Prabowo ini terus menggema seiring bertambahnya korban. Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto segera menghentikan sementara atau memoratorium program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara menyeluruh.

Lebih dari 5.000 kasus keracunan makanan yang masih dialami siswa dan guru di berbagai daerah merupakan alarm yang mengindikasikan program ini perlu dievaluasi total.

Founder dan CEO CISDI Diah Saminarsih mengatakan, kasus keracunan akibat MBG ibarat fenomena puncak gunung es. Angka jumlah kasus sebenarnya bisa jadi jauh lebih banyak karena pemerintah sejauh ini belum menyediakan dasbor pelaporan yang bisa diketahui publik.

"Pangkal persoalan program makan bergizi gratis adalah ambisi pemerintah yang menargetkan 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025. Demi mencapai target yang sangat masif itu, program MBG dilaksanakan secara terburu-buru sehingga kualitas tata kelola penyediaan makanan hingga distribusinya tidak tertata dengan baik," ucap Diah dalam keterangan, Minggu (21/9/2025).

Diah menerangkan beberapa peristiwa keracunan bahkan ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) karena menimpa ratusan siswa. Kegiatan belajar menjadi lumpuh karena korban mesti dirawat di puskesmas maupun rumah sakit.

Selain itu, keracunan massal menimbulkan beban biaya tak terduga yang dibebankan pada pemerintah daerah, untuk membayar penanganan keracunan di rumah sakit daerah atau swasta setempat.

"Hal ini tentu memberatkan para pemerintah daerah. Terlebih, alokasi anggaran transfer ke daerah juga berkurang 24,7 persen dari Rp864,1 triliun (APBN 2025) menjadi Rp650 triliun (RAPBN 2026)," paparnya

Diah menilai meski dirancang untuk meningkatkan status gizi penerima manfaat, namun MBG sejak awal tidak dipersiapkan secara matang dari aspek regulasi, keamanan pangan, kecukupan nutrisi, hingga monitoring dan evaluasi.

Meski sudah berlangsung delapan bulan, program yang dijalankan terpusat oleh Badan Gizi Nasional (BGN) ini belum juga dilandasi oleh peraturan presiden sebagai payung hukum. Dampaknya, tata kelola kelembagaan menjadi tidak jelas, dari koordinasi antar-kementerian/lembaga, hubungan pusat-daerah, hingga pengaturan kerja sama multipihak.

"Absennya payung hukum MBG, panduan teknis, dan lemahnya sistem pengawasan telah memicu berbagai persoalan, mulai dari makanan tidak layak/higienis hingga masuknya produk pangan ultra-proses dan susu tinggi gula dalam menu MBG," katanya

6. Kasus keracunan berulang karena fungsi pengawasan tidak berjalan baik

Presiden Prabowo memberikan arahan kepada sejumlah petugas lapangan dapur program makan bergizi gratis (MBG) di kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat (dok. Tim Media Prabowo)
Presiden Prabowo memberikan arahan kepada sejumlah petugas lapangan dapur program makan bergizi gratis (MBG) di kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat (dok. Tim Media Prabowo)

Guru Besar Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof. Sri Raharjo menilai akar persoalan terletak pada lemahnya pengawasan dan besarnya target yang ingin dicapai dalam waktu yang singkat.

Sejak diluncurkan pada Januari 2025, program MBG tercatat telah menyebabkan ribuan siswa mengalami keracunan di berbagai wilayah, beberapa diantaranya terjadi di Baubau, Banggai, dan Garut. Alih-alih meningkatkan status gizi siswa, kejadian ini justru mengundang atensi yang mempertanyakan kesiapan pengelolaannya.

Menurut Raharjo, target pemerintah untuk menyasar 80 juta siswa pada tahun pertama, seperti yang disampaikan Presiden Prabowo di Istana Negara, merupakan langkah yang terburu-buru.

“Istilahnya too much too soon, apalagi membangun 30 ribu unit dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) membutuhkan biaya, tenaga, dan sistem yang tidak kecil,” ujarnya, dikutip laman resmi UGM

Ia menekankan pemerintah seharusnya fokus pada kualitas dan keamanan pangan yang menjamin keamanan setiap porsi.

Adanya kasus keracunan berulang terjadi karena fungsi pengawasan yang sejak awal tidak berjalan baik. Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai lembaga baru dinilai belum memiliki cukup sumber daya manusia, sementara SPPG juga belum siap secara menyeluruh.

“Jika siswa yang ditargetkan semakin banyak, jumlah SPPG semakin hari juga semakin banyak, tetapi pengawasannya tetap lemah, hal ini relevan dengan kasus keracunan yang meningkat. Apalagi memasak ribuan porsi dalam waktu singkat berpotensi membuat makanan yang tidak matang merata hingga risiko adanya zat beracun dan bakteri patogen yang masih hidup,” jelasnya.

Pada dampak berkepanjangan, dia mengingatkan kegagalan pengelolaan MBG akan merugikan banyak pihak. Selain menurunkan kepercayaan publik, keracunan yang berulang dapat berakibat pada gangguan kesehatan anak, mulai dari diare hingga penurunan nafsu makan, yang bertolak belakang dengan tujuan awal program peningkatan gizi.

Lebih jauh, ia juga menyoroti pentingnya peran payung hukum untuk program MBG yang aman. “Idealnya ada aturan khusus yang mengatur, seperti di Jepang yang memiliki undang-undang resmi tentang makan siang di sekolah. Namun, pembentukan undang-undang tentu membutuhkan waktu,” paparnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us

Latest in News

See More

Diterjang Polemik Dualisme, Akankah PPP Kembali Gagal di Pemilu 2029?

29 Sep 2025, 14:32 WIBNews