Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menko Perekonomian, Airlangga Hartanto bertemu dengan Sekjen OECD, Mathias Cormann. (IDN Times/Triyan)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, baru saja berjumpa dengan Sekretaris Jenderal The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Mathias Corman, pada Kamis (10/8/2023). Dalam pertemuan itu, Airlangga menyatakan OECD melayangkan sambutan positif atas permintaan Indonesia untuk bergabung menjadi anggota.

"Tadi, Sekjen OECD datang untuk bertukar pikiran mengenai rencana Indonesia menjadi anggota. Tentunya, disampaikan keinginan Indonesia atau saran bapak Presiden (Jokowi) yang sudah diberitahukan kepada 38 negara anggota OECD," kata Airlangga.

1. Penilaian OECD terhadap Indonesia

Menko Perekonomian, Airlangga Hartanto usai bertemu dengan Sekjen OECD, Mathias Cormann. (IDN Times/Triyan)

Menurut Airlangga, OECD menilai fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat dan terjaga pasca pandemik COVID-19. Dijelaskan Airlangga, OECD melihat data pertumbuhan ekonomi, kemudian langkah reformasi yang terus dilakukan pemerintah. 

"Tentu, bagi OECD reformasi jadi hal yang sangat penting. Mereka juga melihat komitmen Indonesia terhadap green economy dengan berbagai proyek dan target itu juga berada dalam jalur yang benar," ujar Airlangga.

2. Indonesia komitmen dukung ekonomi berkeadilan

Ilustrasi OECD (Dok. ANTARA Foto)

Sementara itu, OECD juga menilai Indonesia aktif untuk mendorong ekonomi secara berkeadilan dengan menjalani proses untuk menjadi anggota Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrorism Financing (FATF).

Sejak 2009, Indonesia sudah aktif memainkan peranan penting dalam transparansi perpajakan internasional melalui keanggotaan pada Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes. 

"Mereka juga melihat kegiatan berkaitan dengan ekonomi berkeadilan. Apakah itu perpajakan, apakah itu terkait dengan Indonesia yang sedang berproses di dalam FATF. Itu menjadi suatu hal yang positif," katanya.

3. Jadi anggota OECD butuh waktu panjang

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Menjadi anggota OECD, dijelaskan Airlangga, tak mudah. Bahkan, prosesnya begitu panjang. Korea Selatan dan Jepang saja, menurut Airlangga, butuh waktu sampai 10 tahun demi jadi anggota.

"Tentu, untuk menjadi anggota OECD membutuhkan waktu yang panjang. Kasus terakhir negara Amerika Latin seperti Kolombia itu sampai delapan tahun. Tapi, ada juga yang empat tahun," ujar Airlangga.

4. Syarat Indonesia masuk jadi anggota OECD

Ilustrasi upah (IDN Times/Arief Rahmat)

Airlangga menjelaskan, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi Indonesia agar bisa masuk sebagai anggota OECD adalah rata-rata pendapatan per kapita harus mencapai 10 ribu dolar AS.

Sementara, pendapatan per kapita Indonesia di 2022 baru menyentuh 4.580 dolar AS, atau naik dibandingkan 2021 yang senilai 4.170 dolar AS. 

"Pendapatan per kapita Indonesia tahun depan diharapkan bisa mencapai 5.500 dolar AS, sehingga standar yang diberlakukan di OECD itu menjadi benchmark dan base practice. Ditambah, dukungan dari negara lainnya terkait program  pembangunan yang dilakukan di Indonesia. Sehingga kita bisa lolos dari middle income trap," ujarnya.

Airlangga mengatakan, bila Indonesia menjadi anggota OECD, bisa berdampak positif pada kesejahteraan negara. Sebab, Indonesia bisa mengikuti regulasi dan standar yang diterapkan oleh OECD.

"Jadi, untuk masyarakat yang lebih baik, dan tentu mendorong agar pendapatan per kapita meningkat," katanya.

Editorial Team