Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi dolar (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi dolar (pexels.com/Pixabay)

Intinya sih...

  • Hanya sedikit mata uang yang menguat, antara lain Bath Thailand, Rupee India, dan Pesso Filipina

  • Rupiah berpotensi melemah pada penutupan perdagangan sore ini karena penguatan dolar AS dan kebijakan moneter yang lebih hawkish

  • Investor akan bersikap hati-hati pada awal tahun dengan strategi wait and see menjelang rilis data perdagangan dan inflasi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pergerakan nilai tukar rupiah di pasar spot dibuka menguat pada perdagangan Rabu (31/12/2025). Berdasarkan Bloomberg, rupiah dibuka pada level Rp16.740 per dolar Amerika Serikat.

Dengan perkembangan rupiah pagi ini, rupiah terpantau menguat 31 poin atau 0.18 persen dibandingkan penutupan kemarin.

1. Hanya sedikit mata uang yang menguat

Berdasarkan data Bloomberg, hanya sedikit mata uang yang menguat, rinciannya:

  • Bath Thailand menguat 0,02 persen

  • Rupee India menguat 0,22 persen

  • Pesso Filipina menguat 0,02 persen

2. Rupiah berpotensi melemah pada penutupan perdagangan sore ini

Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan bergerak melemah pada sore ini. Pelemahan ini dipicu oleh penguatan dolar AS yang didorong oleh data ekonomi Amerika Serikat yang lebih kuat dari perkiraan, serta risalah FOMC (Federal Open Market Committee) yang menunjukkan kecenderungan kebijakan moneter yang lebih hawkish.

“Rupiah berpotensi bergerak dalam rentang 16.700 hingga 16.850 per dolar AS,” ujar Lukman.

3. Investor akan bersikap hati hati pada awal tahun

Sementara itu, pada pembukaan perdagangan di awal tahun yakni Jumat (1/1/2026), Lukman memperkirakan pasar keuangan akan bergerak hati-hati, dengan banyak investor memilih strategi wait and see menjelang rilis data perdagangan dan inflasi pada Jumat ini.

Data perdagangan diperkirakan kembali mencatat surplus, meski nilai ekspor dan impor diperkirakan mengalami penurunan. Sementara itu, inflasi diprediksi akan kembali termoderasi, memberikan sinyal beragam bagi pelaku pasar.

“Kondisi ini membuat investor cenderung menunggu kepastian lebih lanjut sebelum mengambil keputusan besar,” kata Lukman.

Editorial Team