Jakarta, IDN Times - Just Energy Transition Partnership (JETP) menjadi sorotan dalam diskusi transisi energi di Indonesia. Kesepakatan yang diteken pada November 2022 ini bertujuan untuk mempercepat bauran energi terbarukan, dan menekan emisi karbon hingga 290 juta ton CO2 pada 2030.
Namun, pernyataan Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo menyebut JETP gagal karena tidak ada dana yang cair, karena keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Persetujuan Paris pasca-terpilihnya Trump sebagai presiden.
Bahkan, Hashim menyebut, Presiden Prabowo Subianto tidak pernah berencana memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara pada 2040. Menurutnya, penutupan PLTU pada periode tersebut akan menjadi "bunuh diri ekonomi".
Pernyataan tersebut menuai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk Institute for Essential Services Reform (IESR).
"Kegagalan JETP tidak akurat, keliru, dan tidak berdasarkan data. Sesuai dengan kesepakatan JETP yang disetujui oleh pemerintah Indonesia dan International Partners Group (IPG), inisiatif ini bertujuan untuk mempercepat transisi energi di sektor kelistrikan, meningkatkan bauran energi terbarukan di sistem kelistrikan, dan mencapai puncak emisi sebesar 290 juta ton CO2 di 2030," ujar Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, melalui keterangan tertulisnya, Minggu (2/2/2025).