Jakarta, IDN Times - Turunnya jumlah masyarakat kelas menengah merupakan alarm bagi pemerintah karena di saat kelompok ini susut jumlahnya, berarti semakin berkurang kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi. Bahkan, semakin jauh untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada 2019 lalu, jumlah masyarakat kelas menangah masih 21,45 persen dari total penduduk Indonesia. Ironinya, jumlah mereka kian terkikis hingga kini menjadi 17,44 persen atau sekitar 47,85 juta jiwa.
Mereka turun kelas ke kelompok calon kelas menengah atau aspiring middle class. Kelompok ini berada di antara kelas menengah dan kelas rentan miskin.
Padahal, setiap tahun pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo berjanji meminimalisir angka kemiskinan dari 9,41 persen pada 2019 menjadi 9,36 persen pada 2023, setelah sempat melonjak ke 10,14 persen pada 2021 gara-gara pandemik COVID-19.
Namun upaya yang diandalkan pemerintah untuk mengurangi kaum kelas bawah tersebut hanya melalui bantuan sosial (bansos) secara rutin, dengan harapan tingkat kemiskinan dapat berkurang. Apabila cara ini terus dilakukan maka mereka akan sulit untuk naik menjadi calon kelas menengah.