Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-10-14 at 15.30.08 (1).jpeg
Konferensi Pers APBN KiTa periode September 2025. (IDN Times/Triyan).

Intinya sih...

  • Restitusi diharapkan dorong perputaran masyarakat

    • Restitusi pajak adalah pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

  • Dana kembali ke masyarakat dan dunia usaha, sehingga diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian.

  • Realisasi penerimaan pajak neto dan bruto

    • PPh Badan: Rp304,63 triliun (naik 6,0 persen YoY)

  • PPh Orang Pribadi: Rp16,90 triliun (naik 39,4 persen YoY)

  • PPN dan PPnBM: Rp702,20 triliun (

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Pemerintah menghadapi tantangan berat dalam mengejar target penerimaan pajak tahun ini. Hingga akhir September, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp1.295,3 triliun atau 62,4 persen dari target tahun ini sebesar Rp2.076,9 triliun.

Capaian ini turun 4,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp1.354,9 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan penurunan ini terjadi pada penerimaan pajak neto, yang turun 3,2 persen dibandingkan tahun lalu. Penyebab utamanya adalah meningkatnya restitusi pajak yang diberikan kepada wajib pajak tahun ini.

“Angka neto tahun ini Rp1.295,28 triliun, masih di bawah angka tahun lalu Rp1.354,86 triliun. Salah satu sebabnya adalah peningkatan restitusi pajak,” ujar Suahasil dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

1. Restitusi diharapkan dorong perputaran masyarakat

ilustrasi analisis pengeluaran uang (Unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)

Restitusi pajak adalah pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Dengan meningkatnya restitusi, dana kembali ke masyarakat dan dunia usaha, sehingga diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian.

“Restitusi ini artinya uang dikembalikan ke masyarakat, dunia usaha, dan wajib pajak. Harapannya, perputaran uang tersebut turut mendorong aktivitas ekonomi,” kata Suahasil.

2. Realisasi penerimaan pajak neto dan bruto

ilustrasi pembayaran pajak motor (IDN Times/Arief Rahmat)

Rincian Pajak Neto (sebelum dikurangi restitusi):

  • PPh Badan: Rp304,63 triliun (naik 6,0 persen YoY)

  • PPh Orang Pribadi: Rp16,90 triliun (naik 39,4 persen YoY)

  • PPN dan PPnBM: Rp702,20 triliun (turun 3,2 persen YoY)

  • PBB: Rp19,69 triliun (naik 18,4 persen YoY)

Menurut Suahasil, realisasi pajak secara neto mencapai Rp1.295,28 triliun atau lebih rendah dibandingkan 2024 sebesar Rp1.354,8 triliun. Hal ini disebabkan peningkatan restitusi pajak.

"Restitusi ini artinya dikembalikan ke masyarakat, dunia usaha dan wajib pajak. Alhasil uang beredar di tengah-tengah perekonomian," ungkapnya.

Rincian Pajak Bruto (setelah dikurangi restitusi):

  • PPh Badan: Rp215,10 triliun (turun 9,4 persen YoY)

  • PPh Orang Pribadi: Rp16,82 triliun (naik 39,8 persen YoY)

  • PPN dan PPnBM: Rp474,44 triliun (turun 13,2 persen YoY)

  • PBB: Rp19,50 triliun (naik 17,6 persen YoY)

Menurut Suahasil, penerimaan pajak bruto (sebelum dikurangi restitusi) justru meningkat menjadi Rp1.619,20 triliun, naik dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1.588,21 triliun.

“Ini yang akan terus kami pantau. Semoga makin menuju akhir tahun perekonomiannya makin membaik, maka realisasi bruto juga akan meningkat," tegasnya.

3. Alasan turunnya penerimaan pajak

Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan perlambatan penerimaan pajak tahun ini disebabkan oleh turunnya harga komoditas global dan penurunan aktivitas ekspor.

“Penerimaan yang lebih rendah dibanding tahun lalu utamanya disebabkan penurunan harga migas dan tambang,” kata Purbaya.

Secara keseluruhan, pendapatan negara sampai akhir September tercatat Rp1.863,3 triliun atau 65 persen dari outlook tahun ini. Capaian itu juga turun 7,2 persen dibandingkan September 2024 yang sebesar Rp2.008,6 triliun.

Adapun perlambatan terjadi di hampir seluruh jenis pajak, terutama PPh Badan dan PPN Impor, akibat pelemahan ekspor-impor dan turunnya harga batu bara dan minyak dunia.

Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp221,3 triliun, turun 2,9 persen dibandingkan tahun lalu. Penurunan ini terjadi karena turunnya volume impor dan nilai pabean akibat penurunan harga komoditas.

3. Capaian belanja negara sentuh Rp2.234,8 triliun

ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Hingga akhir September, belanja negara mencapai Rp2.234,8 triliun atau 63,4 persen dari outlook, tumbuh 5,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Belanja kementerian/lembaga tercatat Rp800,9 triliun, atau 62,8 persen dari target.

Namun, peningkatan belanja di tengah penurunan penerimaan menyebabkan defisit APBN melebar menjadi Rp371,5 triliun, setara 1,56 persen terhadap PDB. Purbaya menyatakan pemerintah tetap menjaga keseimbangan fiskal dengan surplus primer sebesar Rp18 triliun.

“APBN tetap menjadi instrumen utama dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat,” bebernya.

Editorial Team