Ilustrasi laporan keuangan. (IDN Times/Aditya Pratama)
Rio menjelaskan, Hutama Karya mengalami kerugian sekitar Rp2 triliun pada 2020 dan Rp2,4 triliun pada 2021. Itu disebabkan beroperasinya sebagian ruas Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS), sehingga bunga pinjaman sudah mulai dihitung.
"Di sisi lain sebagian ruas dari Jalan Tol Trans Sumatra tidak menghasilkan pendapatan sesuai dengan feasibility study di rencana awal," ujarnya.
Hutama Karya juga mengalami peningkatan ekuitas dan liabilitas, karena PMN dan penarikan porsi utang untuk pembangunan JTTS.
"Kalau kita lihat dari periode 2014 ke kuartal II-2022 telah terjadi peningkatan aset sebesar 2 ribu persen, sementara liabilitas naik 1.300 persen dan karena dukungan pemerintah maka ekuitas tumbuh sebesar 5.454 persen," ujarnya.
Jika melihat rasionya, debt to EBITDA perusahaan mengalami peningkatan hingga 14,49 kali, menunjukkan bahwa Hutama Karya berpotensi tidak memiliki cukup pendapatan untuk membayar kewajibannya.
Selanjutnya DSCR serta ICR perusahaan berjumlah kurang dari 1 pada 2 tahun terakhir. Hal itu menunjukkan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar utang maupun bunga tanpa mencari sumber pendanaan lain.
"Berkaitan dengan kondisi di atas, ekuitas akan tergerus maka HK mengusulkan PMN operasional namun kemudian dapat disubstitusi dengan komitmen divestasi 3 ruas," tuturnya.