Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi aplikasi X milik Elon Musk (pexels.com/UMA Media)
ilustrasi aplikasi X milik Elon Musk (pexels.com/UMA Media)

Intinya sih...

  • Komisi Eropa denda X Rp2,3 triliun.

  • Perubahan kebijakan centang biru setelah akuisisi Elon Musk.

  • Wakil Presiden AS kritik sikap Uni Eropa terhadap X.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Komisi Eropa menjatuhkan denda sebesar 140 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp2,3 triliun kepada platform X milik Elon Musk karena penggunaan lencana centang biru yang dinilai menyesatkan. Otoritas menilai sistem berbayar tersebut membuat pengguna rentan ditipu karena pemeriksaan identitas tidak dilakukan secara memadai, sehingga membuka celah penyamaran dan manipulasi akun.

Dilansir dari CNBC, pengumuman denda disampaikan pada Jumat (5/12/2025) sesuai Digital Services Act (DSA), regulasi Uni Eropa yang mengatur platform besar sejak 2022. Sanksi mencakup desain centang biru yang dianggap membingungkan, kurangnya transparansi repositori iklan, serta penutupan akses data publik bagi peneliti, dan menjadi penegakan pertama DSA terhadap kasus ketidakpatuhan platform.

1. Komisi Eropa merinci pelanggaran yang dilakukan X

ilustrasi bendera Uni Eropa (pexels.com/Dušan Cvetanović)

Henna Virkkunen, Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa untuk urusan kedaulatan teknologi, keamanan, dan demokrasi, menyebut tindakan X telah merugikan pengguna melalui lencana yang menyesatkan, minimnya informasi tentang iklan, serta pembatasan akses bagi peneliti yang membutuhkan data publik.

Sebelum denda diumumkan, Virkkunen menegaskan sikap Uni Eropa lewat pernyataannya kepada media.

“Dengan keputusan ketidakpatuhan pertama DSA ini, kami meminta pertanggungjawaban X karena melemahkan hak pengguna dan menghindari akuntabilitas,” katanya.

Dilansir dari The Guardian, total sanksi yang dijatuhkan mencapai sekitar Rp2,3 triliun, yang terbagi menjadi tiga pos:

  • 45 juta euro (setara Rp873,3 miliar) untuk pelanggaran sistem centang biru berbayar,

  • 35 juta euro (sekitar Rp679,2 miliar) terkait iklan,

  • 40 juta euro (sekitar Rp776,3 miliar) karena menutup akses data bagi peneliti.

DSA mengharuskan setiap platform menyediakan repositori iklan yang mudah ditelusuri serta membuka akses data publik bagi peneliti yang memenuhi syarat.

2. Perubahan kebijakan centang biru setelah akuisisi Elon Musk

Elon Musk dan masa depan neuralink (Steve Jurvetson, CC BY 2.0, via Wkimedia Commons)

Sebelum diakuisisi Musk pada 2022, centang biru diperuntukkan bagi akun yang identitasnya diverifikasi ketat, seperti figur publik, selebritas, lembaga resmi, dan jurnalis, setelah mereka memberikan dokumen identitas yang sah. Setelah akuisisi, sistem tersebut diganti menjadi layanan berlangganan X Premium yang memungkinkan siapa pun memperoleh lencana serupa selama membayar iuran bulanan dan memenuhi sejumlah ketentuan.

Persyaratan minimum meliputi nama tampilan, foto profil, nomor telepon terverifikasi, aktivitas akun dalam 30 hari terakhir, serta larangan perilaku menyesatkan atau melakukan spam. Pergantian sistem ini awalnya dimaksudkan untuk menambah pemasukan dan mengurangi bot, namun justru menimbulkan kekhawatiran meningkatnya akun palsu dan penipuan.

3. Wakil Presiden AS mengkritik sikap Uni Eropa terhadap X

Wakil Presiden AS JD. Vance berdialog dengan peserta Konvensi Rakyat di Huntington Place, Detroit, Michigan. (Gage Skidmore from Surprise, AZ, United States of America, CC BY-SA 2.0 via Wikimedia Commons)

Wakil Presiden Amerika Serikat JD Vance lebih dulu mengecam Uni Eropa dengan menuding X dihukum karena enggan melakukan sensor, sebuah komentar yang mencerminkan ketegangan antara Amerika dan Uni Eropa dalam isu regulasi teknologi.

“Uni Eropa seharusnya mendukung kebebasan berbicara, bukan menyerang perusahaan Amerika karena hal-hal sampah,” ujar Vance, dikutip dari BBC.

Sanksi terhadap X dijatuhkan di tengah tekanan dari AS agar Uni Eropa melonggarkan aturan teknologi seperti DSA dan Digital Markets Act. X diperintahkan mengajukan rencana perbaikan dalam 60 hari untuk sistem centang biru, serta 90 hari untuk repositori iklan dan akses data peneliti, dengan ancaman denda tambahan bila tak dipenuhi.

Penyelidikan terkait X telah berlangsung dua tahun, dimulai sejak Desember 2023 untuk menilai potensi pelanggaran DSA terkait konten ilegal dan manipulasi informasi. Tiga penyelidikan lain masih berjalan, termasuk dugaan pelanggaran aturan larangan hasutan kekerasan atau terorisme serta efektivitas pelaporan konten ilegal. DSA menetapkan batas hukuman maksimal hingga 6 persen dari pendapatan global tahunan perusahaan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team