Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kekayaan alam yang melimpah. Ribuan ton hasil alam dari laut, hutan, kebun, pegunungan, dan dasar bumi pun diekspor setiap tahunnya, hingga menjadi salah satu penopang terbesar pertumbuhan ekonomi. Namun, selama ini sumber daya alam (SDA) yang diekspor ke luar negeri didominasi bahan mentah.
Karenanya, hilirisasi menjadi salah satu langkah konkret untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas SDA Indonesia di kancah dunia. Singkatnya, hilirisasi adalah pengolahan SDA menjadi produk jadi untuk meningkatkan nilai tambah. Selain peningkatan ekspor dan pendapatan negara, hilirisasi juga bisa menambah lapangan pekerjaan yang menjadi motor pertumbuhan ekonomi.
Dilansir Direktorat Jenderal Perkebunan, sepanjang 2021 komoditas perkebunan menyumbang nilai ekspor sebesar 231,54 miliar dolar AS atau setara Rp3,6 triliun. Hal ini menjadikan perkebunan sebagai subsektor paling berkontribusi terhadap pendapatan nasional dan penyumbang devisa negara. Bayangkan, jika hasil perkebunan dapat diolah menjadi produk dengan nilai tambah, maka keberlanjutan transformasi ekonomi Indonesia bukan lagi sekadar agenda.
Untuk mewujudkan hal tersebut, #KementrianInvestasi/BKPM mendorong tiga komoditas subsektor perkebunan menjadi prioritas hilirisasi sebagai mana yang tertuang dalam Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis 2023—2035. Lantas, apa saja komoditas tersebut?