Jakarta, IDN Times - Digitalisasi telah memasuki berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Layanan keuangan dan sistem pembayaran jadi sektor yang paling cepat mengadopsi digitalisasi, terutama sejak pandemik COVID-19 menyerang dua tahun lalu.
Maraknya penggunaan layanan keuangan dan sistem pembayaran digital selama pandemik COVID-19 sampai saat ini memicu peningkatan ekonomi digital Tanah Air. Ekonomi digital Indonesia pun dianggap jadi salah satu penyebab stabilitas ekonomi di dalam negeri selama krisis akibat pandemik COVID-19 yang terjadi sejak 2020 silam.
Satu hal yang menjadi penyumbang utama performa apik ekonomi digital Indonesia adalah maraknya transaksi online yang dilakukan oleh pengguna internet aktif. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menunjukkan, 60,6 persen pengguna internet aktif melakukan transaksi online setiap minggunya.
Kegiatan belanja online ini berkontribusi ke ekonomi digital Indonesia secara keseluruhan yang nilainya mencapai 70 miliar dolar AS pada 2021 dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai 146 miliar dolar AS pada 2025.
Fakta tersebut menunjukkan, digitalisasi keuangan dan sistem pembayaran merupakan sebuah keniscayaan di era seperti sekarang. Tak heran jika kemudian Bank Indonesia (BI) berencana menerbitkan mata uang digital bank sentral/central bank digital currency (CBDC) dengan nama rupiah digital.
Penerbitan rupiah digital oleh BI merupakan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dijabarkan dalam UU mata uang dan UU Bank Indonesia.
"Bank Indonesia akan mengeluarkan CBDC sebagai alat pembayaran yang sah di NKRI," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo pada pertengahan tahun lalu.