Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-09-15 at 15.08.32.jpeg
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Tito Karnavian. (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menanggapi data Bank Indonesia (BI) yang menyebut ada dana APBD Jabar sebesar Rp4,1 triliun.

  • Tito menjelaskan dana milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebenarnya sebesar Rp3,8 triliun dengan sisanya merupakan dana BLUD.

  • Tito menemukan kesalahan input oleh bank daerah, seperti kasus di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memaparkan hasil penelusuran terkait perbedaan data mengenai dana simpanan pemerintah daerah (pemda) di bank. Perbedaan ini disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu perbedaan waktu pencatatan dan kesalahan input data oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD).

“Sudah (kami telusuri). Ternyata ada perbedaan waktu pencatatan antara data dari kantor perwakilan Bank Indonesia di Jawa Barat. Karena perbedaan waktu tersebut, muncul angka Rp4,1 triliun,” ujar Tito dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) dan Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2025 di JCC, Jumat (31/10/2025).

1. Penelusuran soal beda data Gubernur Jawa Barat dan Menkeu Purbaya

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Hotel Borobudur Jakarta Pusat (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Beberapa waktu lalu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menanggapi data Bank Indonesia (BI) yang sebelumnya disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menyebut ada dana APBD Jabar mengendap di bank sebesar Rp4,1 triliun.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, Tito menjelaskan dana milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebenarnya sebesar Rp3,8 triliun. Sisanya, sekitar Rp300 miliar, merupakan dana milik Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) seperti rumah sakit, yang pengelolaannya terpisah dari Pemprov. Seiring pembaruan data, saldo simpanan Jawa Barat tercatat menurun menjadi Rp2,7 triliun karena sebagian dana telah digunakan.

“Perbedaannya muncul karena waktu pencatatan berbeda dan sebagian dana sudah terpakai. Data dari Menkeu menunjukkan Rp2,33 triliun berdasarkan informasi BI pada Agustus–September, sementara data Kemendagri menunjukkan Rp2,15 triliun karena sekitar Rp180 miliar telah digunakan oleh daerah,” jelas Tito.

Artinya, sebagian dana Pemda yang sebelumnya tercatat sebagai simpanan di bank telah dibelanjakan dalam kurun waktu satu bulan. Tito menekankan hal ini wajar, mengingat jumlah Pemda di Indonesia mencapai 512, terdiri dari 38 provinsi, 98 kota, dan 416 kabupaten.

“Jadi, selisih Rp18 miliar dalam sebulan itu sangat mungkin terjadi,” ujar Tito.

2. Ada kesalahan input data oleh bank daerah

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. (IDN Times/Pitoko)

Selain perbedaan waktu, Tito juga menemukan penyebab lain, yakni kesalahan input oleh bank daerah. Ia mencontohkan kasus di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dalam data BI, simpanan Pemkot Banjarbaru tercatat Rp5,1 triliun. Setelah dicek, anggaran APBD Banjarbaru sebenarnya hanya Rp1,6 triliun dengan sisa Rp800 miliar.

“Setelah ditelusuri, BPD Kalsel salah input. Dana Rp5,1 triliun milik provinsi dilaporkan sebagai milik Kota Banjarbaru, sehingga di BI tercatat milik Banjarbaru. Padahal itu dana milik Provinsi Kalsel,” jelas Tito.

3. Kesalahan juga terjadi pada Kabupaten Talaud

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian saat memimpin Rakor Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2025) (Dok. Kemendagri)

Kesalahan serupa terjadi di Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara. Laporan awal menyebut Talaud memiliki dana mengendap Rp2,6 triliun, padahal APBD-nya hanya Rp800 miliar dengan sisa anggaran Rp62 miliar.

Penyebabnya adalah salah input kode wilayah oleh BPD Kalimantan Tengah. BI dan Kemendagri menggunakan kode daerah empat digit, dan kesalahan itu membuat dana milik daerah lain tercatat sebagai milik Talaud.

“Kesalahan berasal dari BPD Kalteng. Mereka salah memasukkan kode daerah, sehingga dana milik Kabupaten Barito Utara terbaca sebagai milik Talaud,” terang Tito.

Setelah diperiksa, dana Rp2,6 triliun tersebut memang milik Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, yang dikenal kaya sumber daya alam, terutama batubara.

“Jadi, uang Rp2,6 triliun itu milik Kabupaten Barito Utara. Karena kesalahan kode, datanya terbaca sebagai milik Talaud di Sulawesi Utara,” ucap Tito.

Editorial Team