Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mengenal Kurva Phillips, Kenapa Tak Lagi Relevan di Era Stagflasi?
ilustrasi kurva (IDN Times/Muhammad Surya)

Intinya sih...

  • Konsep awal Kurva PhillipsKonsep dasar Kurva Phillips menjelaskan perubahan tingkat pengangguran dalam suatu ekonomi akan memberikan dampak yang terukur terhadap inflasi harga. Pada era 1960-an, banyak pihak meyakini stimulus fiskal dapat mendongkrak permintaan secara keseluruhan.

  • Ketika teori Phillips gagal totalStagflasi merupakan kondisi ketika suatu negara mengalami perlambatan atau stagnasi pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan tingginya tingkat pengangguran dan tingginya inflasi harga. Amerika Serikat (AS) pertama kali mengalami stagflasi pada tahun 1970-an.

  • Peran ekspektasi pasar menggeser kurva jangka panjangFenomena stag

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kurva Phillips, sebuah teori ekonomi yang populer, menyebutkan ada hubungan yang stabil dan berlawanan antara tingkat inflasi dan pengangguran.

Dalam teorinya, pertumbuhan ekonomi dipercaya dapat memicu inflasi, dan kondisi ini justru akan mengurangi angka pengangguran. Teori yang diperkenalkan oleh ekonom William Phillips ini pada awalnya memiliki pengaruh besar dalam penyusunan kebijakan moneter global.

Namun, dilansir Investopedia, validitas Kurva Phillips mulai dipertanyakan setelah munculnya stagflasi pada tahun 1970-an, di mana tingkat pengangguran dan inflasi sama-sama tinggi secara bersamaan.

Fenomena tersebut memicu perdebatan mengenai relevansi Kurva Phillips dalam konteks perekonomian modern. Meskipun demikian, Kurva Phillips tetap dianggap sebagai kerangka penting untuk memahami hubungan antara inflasi dan pengangguran.

1. Konsep awal Kurva Phillips

ilustrasi kurva ekonomi (freepik.com/freepik)

Konsep dasar Kurva Phillips menjelaskan perubahan tingkat pengangguran dalam suatu ekonomi akan memberikan dampak yang terukur terhadap inflasi harga. Hubungan timbal balik yang negatif antara keduanya ini digambarkan melalui kurva yang miring ke bawah, di mana kenaikan inflasi akan menurunkan pengangguran, dan begitu pula sebaliknya.

Pada era 1960-an, banyak pihak meyakini stimulus fiskal dapat mendongkrak permintaan secara keseluruhan (aggregate demand), yang kemudian meningkatkan permintaan akan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran.

Ketika perusahaan harus menaikkan upah untuk menarik pekerja, kenaikan biaya upah ini pada akhirnya dibebankan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga. Keyakinan itu membuat banyak pemerintah menerapkan strategi "stop-go" dengan cara menetapkan target inflasi dan menyesuaikan kebijakan fiskal serta moneter untuk mencapainya.

Sayangnya, keseimbangan stabil antara inflasi dan pengangguran tersebut mulai goyah pada tahun 1970-an akibat stagflasi, yang membuat keabsahan Kurva Phillips dipertanyakan.

2. Ketika teori Phillips gagal total

ilustrasi gagal (freepik.com/go2

Stagflasi merupakan kondisi ketika suatu negara mengalami perlambatan atau stagnasi pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan tingginya tingkat pengangguran dan tingginya inflasi harga. Kondisi ini secara nyata bertentangan dengan prinsip dasar Kurva Phillips. Amerika Serikat (AS) pertama kali mengalami stagflasi pada tahun 1970-an, ketika kenaikan pengangguran tidak diikuti dengan penurunan inflasi.

Tercatat, antara tahun 1973 hingga 1975, perekonomian AS mengalami penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) selama enam kuartal berturut-turut, sementara inflasinya meningkat hingga tiga kali lipat.

3. Peran ekspektasi pasar menggeser kurva jangka panjang

Ilustrasi analisis data social media (pexels.com/fauxels)

Fenomena stagflasi dan ketidakmampuan Kurva Phillips untuk menjelaskan kondisi tersebut mendorong para ekonom untuk meninjau lebih dalam peran ekspektasi atau harapan masyarakat terhadap hubungan antara pengangguran dan inflasi. Karena pekerja dan konsumen dapat menyesuaikan prediksi inflasi masa depan berdasarkan tingkat inflasi dan pengangguran saat ini, hubungan terbalik antara keduanya hanya dianggap berlaku dalam jangka pendek.

Disebutkan ketika bank sentral berupaya menurunkan pengangguran, tindakan tersebut awalnya dapat menggeser kurva Phillips jangka pendek. Namun, ketika masyarakat mulai beradaptasi dengan inflasi yang meningkat, Kurva Phillips jangka panjang dapat bergeser ke luar. Hal ini menjadi sangat relevan di sekitar tingkat pengangguran alami atau NAIRU (Non-Accelerating Inflation Rate of Unemployment).

Secara jangka panjang, jika ekspektasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan inflasi, Kurva Phillips jangka panjang akan berbentuk garis vertikal di titik NAIRU. Ini berarti kebijakan moneter hanya akan menaikkan atau menurunkan inflasi setelah ekspektasi pasar selesai menyesuaikan diri.

Saat terjadi stagflasi, masyarakat mungkin sudah memperkirakan inflasi akan naik jika mereka tahu kebijakan moneter akan berekspansi. Itu berpotensi menggeser Kurva Phillips jangka pendek ke luar bahkan sebelum kebijakan ekspansif dijalankan, sehingga kebijakan tersebut menjadi kurang efektif untuk menurunkan pengangguran, dan Kurva Phillips jangka pendek pada akhirnya juga cenderung menjadi garis vertikal pada NAIRU.

Editorial Team