Ilustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan ada banyak hal yang memengaruhi kinerja rupiah, salah satunya yaitu kemungkinan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk mengurangi nilai program pembelian obligasi dan surat berharga lainnya (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering.
Tapering merupakan salah satu hal yang ditakutkan, sebab berkaca dari pengalaman sebelumnya memberikan dampak yang besar di pasar finansial, termasuk Indonesia. Saat itu dikenal dengan istilah taper tantrum.
Namun, baik investor maupun para ekonom memperkirakan The Fed akan mengubah kebijakannya pada bulan ini guna meredam gejolak di pasar obligasi. Ketua The Fed Jerome Powell pada rapat kebijakan moneter 16-17 Maret waktu, setempat diperkirakan akan mengaktifkan kembali Operation Twist yang pernah dilakukan 10 tahun yang lalu, saat terjadi krisis utang di Eropa.
“Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai,” katanya.
“Investor sekarang beralih ke Ketua Fed Jerome Powell, yang akan berbicara di acara Wall Street Journal pada hari Kamis di mana dia diperkirakan akan membahas ekonomi. The Fed juga akan merilis Beige Book pada hari Rabu,” kata Ibrahim, menambahkan.
Ia juga memprediksi rupiah akan kembali melemah pada penutupan hari ini. “Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi namun ditutup melemah di rentang Rp14.320-Rp14.400,” katanya, Selasa.