bendera Zimbabwe (pixabay.com/scooterenglasias)
Zimbabwe mengalami empat kali pergantian mata uang antara 2006–2009 akibat inflasi luar biasa. Pada puncaknya, inflasi mencapai 79,6 miliar persen per bulan dan uang seratus triliun dolar Zimbabwe hanya cukup untuk membeli satu roti.
Pemerintah sempat menghapus 12 nol dan memperkenalkan dolar Zimbabwe baru, namun gagal menahan krisis. Akhirnya, pada 2009, Zimbabwe melegalkan penggunaan dolar AS dan rand Afrika Selatan sebelum kembali ke mata uang nasional pada 2019.
Redenominasi memang bukan solusi ajaib, namun sejarah menunjukkan langkah ini dapat menjadi titik balik pemulihan ekonomi bila disertai reformasi menyeluruh. Seperti yang disampaikan oleh ekonom dunia dalam laporan IMF Historical Monetary Studies (2023), “Redenominasi hanya efektif ketika kepercayaan publik ikut dibangun kembali, bukan sekadar menghapus nol di atas kertas.”
Kapan pertama kali redenominasi dilakukan di dunia? | Redenominasi pertama kali terjadi di Jerman pada tahun 1923, saat negara tersebut mengalami hiperinflasi pasca Perang Dunia I dan mengganti mata uang lama menjadi Rentenmark. |
Apa perbedaan redenominasi dengan devaluasi? | Redenominasi hanya mengubah satuan nominal uang tanpa mengurangi nilainya, sedangkan devaluasi menurunkan nilai mata uang terhadap mata uang asing. |
Apakah redenominasi bisa menghapus inflasi? | Tidak selalu. Redenominasi hanya menyederhanakan nilai uang, bukan solusi untuk inflasi. Jika kebijakan ekonomi tidak diperbaiki, inflasi bisa tetap terjadi. |
Negara mana yang sering melakukan redenominasi berulang kali? | Zimbabwe termasuk negara yang paling sering redenominasi karena mengalami hiperinflasi ekstrem hingga triliunan persen pada 2000-an. |
Apa syarat agar redenominasi bisa berhasil? | Keberhasilan redenominasi bergantung pada stabilitas ekonomi, kepercayaan publik, dan pengelolaan fiskal yang baik agar tidak menimbulkan kebingungan dan krisis baru. |