Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi popok (freepik.com/photodaria)
ilustrasi popok (freepik.com/photodaria)

Intinya sih...

  • Kementerian Keuangan menyiapkan kajian baru untuk memperluas objek cukai di luar rokok dan minuman beralkohol

  • Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan basis penerimaan negara melalui kajian terhadap berbagai potensi Barang Kena Cukai (BKC) baru

  • Pemerintah juga memasukkan kajian cukai emisi kendaraan bermotor dan cukai produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan ke dalam program pengelolaan penerimaan negara tahun 2025–2029

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan sejumlah kajian baru untuk memperluas objek cukai di luar rokok dan minuman beralkohol. Hal itu tertuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025.

Lantas, apa saja komoditas yang berpotensi dikenakan cukai ke depannya?

1. Kajian dalam Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029

Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025–2029, dijelaskan bahwa dokumen ini merupakan rencana strategis jangka menengah Kemenkeu untuk periode lima tahun, terhitung sejak 2025 hingga 2029.

Dokumen tersebut menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Strategis Unit Eselon I dan Unit Organisasi Non-Eselon yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Keuangan di lingkungan Kementerian Keuangan.

“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan di Jakarta pada 3 November 2025,” bunyi ketentuan dalam beleid tersebut.

2. Perluasan basis penerimaan melalui cukai

ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Langkah memperluas objek cukai ini juga bertujuan untuk meningkatkan basis penerimaan negara melalui kajian terhadap berbagai potensi Barang Kena Cukai (BKC) baru. Sejumlah komoditas yang telah dan sedang dikaji potensinya sebagai objek cukai antara lain barang mewah (luxury goods), minuman berpemanis dalam kemasan, produk plastik, batu bara, dan pasir laut.

"Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi baik obyek dan subyek pajak juga dilaksanakan dengan pembangunan basis data perizinan dan pemajakan penghasilan penyedia konten digital serta penyusunan kajian potensi cukai atas luxury goods, produk minuman berpemanis dalam kemasan, produk plastik (kantong plastik, kemasan plastik multilayer, styrofoam dan sedotan plastik), produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan, sepeda motor, batu bara, dan pasir laut," tulis aturan tersebut.

Sementara itu, penggalian potensi penerimaan melalui upaya perluasan basis pajak, kepabeanan dan cukai, serta pemetaan potensi PNBP telah dilaksanakan melalui penyusunan kajian potensi Barang Kena Cukai (BKC) berupa diapers dan alat makan dan minum sekali pakai, serta kajian ekstensifikasi cukai tisu basah

3. Kajian cukai emisi kendaraan dan produk pangan bernatrium

(Ilustrasi polusi udara, emisi karbon) pexels.com/photo/Pixabay

Tak hanya itu, pemerintah juga memasukkan kajian cukai emisi kendaraan bermotor dan cukai produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan (MBDK) ke dalam program pengelolaan penerimaan negara tahun 2025–2029.

Adapun Kemenkeu mengalokasikan Rp880 juta untuk kajian cukai emisi kendaraan bermotor pada 2025 dan Rp640 juta untuk kajian cukai produk pangan bernatrium pada 2026.

4. Kriteria barang kena cukai

Peredaran rokok ilegal dalam jumlah besar di wilayah Banyuasin, Sumatra Selatan, pada Jumat (09/05). (Dok Bea Cukai)

Barang Kena Cuka adalah barang-barang tertentu yang dikenai pungutan cukai, karena memiliki sifat atau karakteristik khusus. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, barang kena cukai memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Konsumsinya perlu dikendalikan;

  • Peredarannya perlu diawasi;

  • Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau

  • Pemakaiannya perlu dibebani pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan

Editorial Team