Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid masih pikirkan sanksi bagi 537 perusahaan sawit yang berproduksi tanpa kantongi HGU. (IDN Times/Amir Faisol)
Di sisi lain, Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menyatakan, tata ruang kawasan PIK 2 bermasalah.
Hal itu ditunjukkan lewat ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi maupun dengan kabupaten atau kota. Proyek tersebut juga tidak memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
"Setelah kami cek PIK 2 ini, RTRW provinsinya tidak sesuai. RTRW kabupaten atau kota tidak sesuai. RDTR-nya belum ada," ujar Nusron November tahun lalu.
Selain ada permasalahan di rencana tata ruang, menteri dari Partai Golkar itu juga menyebut dari 1.700 hektare lahan PIK 2 yang ditetapkan menjadi PSN, sebanyak 1.500 hektare di antaranya masih berstatus kawasan hutan lindung.
Nusron menambahkan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 mengenai PSN, penetapan sebuah proyek menjadi PSN menjadi kewenangan presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sementara, tugasnya untuk memastikan lokasi PSN tersebut sesuai dengan RTRW di provinsi dan kabupaten atau kota.
Selain itu, Nusron juga berkewajiban memastikan RDTR sudah sesuai. Sehingga, pada akhirnya Kementerian ATR mengeluarkan rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).
Nusron mengatakan, belum ada penurunan status dari hutan lindung menjadi hutan konversi. Adapun bola soal perubahan status hutan itu kini berada di tangan Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni.
Sementara itu, kata Nusron, sisa 200 hektare lahan PIK 2 juga termasuk dalam Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B). Dengan begitu, Nusron menegaskan, Kementerian ATR/BPN saat ini masih dalam tahap pengkajian ulang terkait status RTRW PIK 2 yang bermasalah tersebut sebelum akhirnya memberikan rekomendasi KKPR.
"Kami sedang mengkaji, apakah kami akan harus (keluarkan rekomendasi KKPR) atau tidak, ya kan?" kata dia.