ilustrasi layanan Pegadaian (dok. Pegadaian)
Baginya, penghargaan ini bukan sekadar simbol prestasi, melainkan wujud dari semangat kebersamaan yang menggerakkan. “Saya percaya bahwa perubahan besar selalu berawal dari langkah kecil, dan semangat berbagi ini harus terus menginspirasi banyak orang untuk berbuat kebaikan di lingkungannya masing-masing,” tambahnya.
Perjalanan sosial Susi dimulai dari keprihatinan sederhana: melihat anak-anak yatim dan masyarakat sekitar Parungpanjang yang berpotensi, tetapi belum memiliki akses untuk berkembang. “Dari situlah lahir Istana Yatim Baitul Qurro, tempat kami membina anak-anak agar tidak hanya kuat dalam ilmu agama, tetapi juga mandiri dan berdaya secara sosial,” ucapnya.
Kini, Istana Yatim Baitul Qurro telah membina lebih dari 125 anak yatim dan dhuafa, sementara Desa Kreatif Parungpanjang berhasil membuka peluang usaha bagi pelaku UMKM lokal melalui pelatihan keterampilan dan ekonomi kreatif. “Nilai yang saya pegang sederhana: keikhlasan, kebersamaan, dan kebermanfaatan. Saya percaya, ketika kita menanam kebaikan dengan hati yang tulus, maka Allah akan membuka jalan yang lebih luas untuk menebar manfaat bagi sesama,” ujar Susi.
Perjalanan ini tentu tak selalu mudah. “Tantangan terbesar adalah membangun komitmen dan kepercayaan, baik dari masyarakat maupun anak-anak binaan sendiri,” ungkapnya. Dalam keterbatasan sumber daya, ia memilih hadir bukan sekadar memberi arahan, melainkan menemani dengan hati.
“Perubahan butuh waktu dan keteladanan. Dengan pendekatan hati dan konsistensi, perlahan kepercayaan itu tumbuh, dan dari sanalah perubahan mulai terlihat,” katanya.