Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)
Deputi Bidang Koordinasi Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi menyatakan transisi energi di Indonesia harus seimbang, dengan pertumbuhan ekonomi berjalan bersamaan dengan keberlanjutan. Dia juga menekankan revisi UU Migas menjadi prioritas regulasi untuk memperkuat industri.
"Pertumbuhan ekonomi harus jalan bersamaan dengan upaya keberlanjutan. Kebutuhan migas masih penting terutama primer dan transportasi,” ujarnya.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Kementerian ESDM Ariana Soemanto menambahkan, pemerintah mengedepankan fleksibilitas dalam pengembangan hulu migas, seperti tambahan waktu eksplorasi untuk ENI dan pemberian split hingga 50 persen.
Selain itu, perubahan fundamental di industri migas sudah dimulai, meski UU Migas belum rampung, dengan berbagai kebijakan adaptif untuk menjaga IRR dan profitability index perusahaan.
"Dalam tiga tahun terakhir itu pemberian split untuk kontraktor itu sangat fleksibel sesuai Kepmen 199/2021. Jadi UU Migas kita memang tunggu, tapi kita nggak diam kita lakukan perbaikan tujuannya dua hal," paparnya.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, Benny Lubiantara menegaskan revisi UU Migas diperlukan untuk secara radikal mengubah industri migas, terutama terkait keberlanjutan lingkungan dan transisi energi menuju 2050. Transisi itu memerlukan investasi segera.
SKK Migas telah bertransformasi dengan mempercepat pembahasan POD melalui jalur cepat, meski tantangan non-teknis hanya bisa diselesaikan melalui UU Migas yang baru.
“Urusannya non teknis. Mau nggak mau lewat UU Migas, ada terobosan radikal fiskal itu harus melalui payung UU Migas, ke depan harus radikal kalau nggak tidak akan bisa bergerak,” ungkap Benny.