Freeport Indonesia mendukung penerapan green economy dengan target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 30% pada tahun 2030 melalui penggunaan sistem kereta listrik tanpa awak di tambang bawah tanah. (Dok. Freeport)
Lebih lanjut, Bahlil menegaskan bahwa jika Freeport tutup maka Indonesia akan rugi karena pemerintah memiliki saham di Freeport sebanyak 51 persen.
"Kalau tutup, siapa yang rugi? Ini Freeport bukan lagi punya Amerika, sekarang Indonesia miliki sahamnya 51 persen," kata dia.
Bahlil pun menuturkan, dengan nilai valuasi Freeport saat ini yang telah mencapai 20 miliar dolar AS, maka Indonesia sudah mengantongi untung sekitar 10 miliar dolar AS atau Rp150 triliun dengan kepemilikan saham 51 persen.
"Masa kita aset begini mau kita matikan? Nah ini kita lagi merancang, saya kaget kemarin lihat Freeport yang mengoperasikan anak-anak dari Papua, bahkan 98 persen karyawan Freeport merupakan anak-anak Indonesia. Itu luar biasa, makanya kami mempertimbangkan segera kita bicarakan untuk diperpanjang dan menambah kepemilikan saham pemeirntah menjadi 61 persen," ujar Bahlil.
Dia menegaskan, Freeport harus bersedia menerima tawaran tersebut.
“Freeport harus mau, bagaimana caranya harus mau, kalau Freeport gak mau nambah, berarti saya siap dievaluasi jadi menteri. Saya sebagai orang Papua hanya minta keadilan," tuturnya.