Pekerja pabrik rokok kretek Praoe Lajar sedang bekerja di industri yang berada di Jalan Merak No 15, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Senada, Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM), AB Widyanta juga menyoroti penerapan kebijakan terhadap industri tembakau yang sering menimbulkan ketidakpastian.
“Kebijakan pemerintah yang tidak menentu membuat situasi industri tembakau berada dalam kondisi yang tidak menentu juga. Oleh karena itu, seharusnya ada kebijakan yang jelas dan terukur untuk industri padat karya ini," ujar Widyanta.
Widyanta menekankan kebijakan cukai yang tidak pasti akan menimbulkan kecemasan pada industri tembakau. Oleh karena itu, dia merekomendasikan ke pemerintah agar ada tahapan pada setiap tahunnya agar industri bisa bersiap.
“Industri tembakau membutuhkan jaminan kebijakan cukai yang jelas sebagai rujukan. Pemerintah juga sebaiknya tidak mengambil kebijakan tanpa melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam industri tembakau," kata Widyanta.
Lebih jauh, Widyanta turut mengkritik rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek pada Rancangan Permenkes yang diinisasi Kementerian Kesehatan. Menurutnya, aturan tersebut akan membuat peredaran rokok ilegal semakin tidak terkontrol.
"Ini adalah peraturan kementerian yang tidak didasarkan pada riset ilmiah," kata dia..
Widyanta menekankan, kebijakan harus mampu mengatur kompleksitas kehidupan masyarakat Indonesia yang melibatkan berbagai kepentingan.
“Mestinya Kementerian Kesehatan ini berbicara dengan Kementerian-Kementerian lain untuk membicarakan yang terbaik bagi industri ini," katanya.