Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Petani Minta Prabowo Lindungi Industri Tembakau RI dari FCTC

Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto. (Dokumentasi Kemhan)
Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto. (Dokumentasi Kemhan)
Intinya sih...
  • HKTI menolak ratifikasi FCTC di Indonesia karena tidak sesuai dengan kompleksitas ekosistem IHT.
  • Sekretaris Jenderal HKTI, Sadar Subagyo, menekankan pentingnya regulasi nasional yang adil dan berimbang untuk melindungi mata pencaharian petani tembakau.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menolak keras dorongan ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Indonesia. Menurut HKTI, traktat yang digadang oleh lembaga-lembaga antitembakau asing itu dinilai tidak sesuai dengan kompleksitas kondisi sosial dan ekonomi industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia.

Hal itu lantaran di dalam keseluruhan rantai ekosistem IHT melibatkan lebih dari enam juta masyarakat Indonesia yang merupakan penggerak ekonomi nasional, mulai dari petani, manufaktur, rantai distribusi, ritel, hingga ekspor.

Sekretaris Jenderal HKTI, Sadar Subagyo menekankan pentingnya membuat regulasi nasional yang lebih adil dan berimbang, terutama untuk melindungi mata pencaharian jutaan petani tembakau dan petani cengkeh serta keberlangsungan IHT nasional.

Regsulasi itu dipandang penting oleh HKTI karena saat ini mayoritas hasil produksi petani tembakau dan cengkeh diserap secara langsung oleh IHT, sehingga petani sangat bergantung pada keberlangsungan industri tersebut.

“Jadi, jangan ada lagi aturan yang menekan industri tembakau, seperti dorongan ratifikasi FCTC saat ini. Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dari negara-negara lain. Kita perlu aturan nasional sendiri yang lebih cocok dengan situasi khas Indonesia,” tutur Sadar dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (13/10/2024).

1. Prabowo diharapkan beri kebijakan lebih adil bagi petani tembakau

Presiden Terpilih Prabowo Subianto saat menghadiri acara Rakornas Legislatif PKB. (IDN Times/Amir Faisol)
Presiden Terpilih Prabowo Subianto saat menghadiri acara Rakornas Legislatif PKB. (IDN Times/Amir Faisol)

Sadar melanjutkan, kebijakan yang diadopsi di Indonesia untuk IHT mesti disesuaikan dengan situasi dan konteks yang ada di dalam negeri. Menurut Sadar, industri tembakau memiliki sejarah panjang dan berperan penting dalam menggerakan perekonomian, termasuk mendorong kemajuan hilirisasi dan industrialisasi bernilai tambah yang notabenenya jadi salah satu program prioritas Asta Cita di pemerintahan berikutnya.

Oleh sebab itu, Sadar meminta pemerintahan baru di bawah kepemimpinan presiden terpilih Prabowo Subianto lebih memperhatikan nasib petani tembakau dan memberikan kebijakan yang lebih adil bagi para petani tembakau.

Dia yakin permintaan tersebut akan dipahami mengingat Prabowo merupakan Ketua Dewan Pembina HKTI dan mantan Ketua Umum DPN HKTI dua periode (2004-2010 dan 2010-2015).

“Aturan ini tidak hanya berdampak bagi petani, konsumen itu juga berhak mendapatkan informasi yang akurat atas produk legal yang dikonsumsinya. Dengan menerapkan aturan seperti FCTC, akan ada risiko besar bagi konsumen dan negara, termasuk potensi pemalsuan produk (rokok ilegal) yang meningkat serta hilangnya pendapatan negara dari cukai,” tutur Sadar.

2. Regulasi IHT mesti dibuat dengan melihat dari semua sisi

Petani tembakau di Desa Ngale, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun pilih panen dini. IDN Times/ Riyanto.
Petani tembakau di Desa Ngale, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun pilih panen dini. IDN Times/ Riyanto.

Selain itu, Sadar menambahkan, regulasi bagi IHT sebaiknya tidak dilihat dari sisi kesehatan saja, tetapi juga dari dampaknya secara lebih luas khususnya dari aspek sosial dan ekonomi, terutama bagi petani tembakau.

“Industri tembakau adalah ekosistem yang saling berkaitan satu sama lain. Jika satu aspek terkena dampak, maka hal itu akan menyebar ke aspek lainnya secara sistemik,” ujar Sadar.

3. Kemenkes rancang aturan berdasarkan FCTC

ilustrasi rokok (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kini tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) yang akan mengimplementasikan aturan kemasan rokok polos tanpa merek.

Sadar mengatakan, aturan tersebut yang menggunakan FCTC sebagai dasar acuan disinyalir merupakan upaya intervensi lembaga-lembaga antitembakau asing untuk mematikan sektor tembakau di Indonesia.

"Maka dari itu, pemerintah perlu menjaga kedaulatan negara serta melindungi warga negaranya, termasuk petani untuk mendapatkan hak pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagaimana perlindungan kepada petani yang dimandatkan dalam UU Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014," kata Sadar.

Di sisi lain, PP Nomor 28/2024 dan Rancangan Permenkes juga terus menuai penolakan dari berbagai pihak, termasuk sejumlah asosiasi petani karena dinilai tidak transparan dalam proses perumusannya serta tidak melibatkan seluruh pihak yang terdampak.

Aturan tersebut juga dinilai memberikan imbas negatif yang besar terhadap sektor pertembakauan di Indonesia, mulai dari meningkatnya angka pengganguran dan kemiskinan hingga meningkatnya peredaran rokok ilegal karena hilangnya identitas merek dari produk tembakau.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us