Dirut PNM (IDN Times/Auriga Agustina)
Pemerintah membentuk holding BUMN ultra mikro dengan melibatkan tiga entitas BUMN, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) alias PNM.
Anggapan tentang akuisisi sendiri muncul setelah adanya pengumuman dari BRI pada keterbukaan informasi 14 Juni silam. Dalam keterbukaan tersebut, BRI sebagai induk holding BUMN ultra mikro akan melaksanakan right issue dengan keterlibatan pemerintah di dalamnya melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dalam bentuk nontunai.
Berkaitan proses tersebut, pemerintah akan mengalihkan seluruh saham Seri B miliknya (inbreng) dalam Pegadaian dan PNM kepada BRI.
Menurut Toto, proses tersebut tak serta merta membuat porsi pemerintah atas kepemilikan saham pengendali di BRI berubah. Keberadaan holding BUMN ultra mikro tetap membuat negara atau pemerintah memiliki satu lembar saham merah putih seri A di Pegadaian dan PNM yang disebut sebagai golden share.
"Meski 1 lembar namun pemegang saham ini bisa veto keputusan RUPS yang dianggap bertentangan dengan kepentingan negara," ujar dia, dalam keterangan tertulis, Senin (21/6/2021).
Proses tersebut diyakini Toto sangat berbeda dengan akuisisi. Pasalnya, dalam holding tersebut, konsep dan peran Pegadaian serta PNM amat berbeda dengan BRI.
"Jika prosesnya akuisisi maka tidak mustahil peran Pegadaian dan PNM akan hilang.
Padahal, Pegadaian dan PNM memiliki konsep pemberdayaan dan penyaluran dana yang unik dan berbeda dengan konsep perbankan dari BRI," ungkapnya.