Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi supermarket (pexels.com/Marianne Tang)

Intinya sih...

  • Kinerja penjualan eceran Maret hanya tumbuh 5,5 persen, lebih rendah dari tahun lalu
  • Penurunan daya beli masyarakat tercermin dari pergeseran konsumsi ke produk yang lebih murah

Jakarta, IDN Times- Ekonom menilai kinerja penjualan eceran pada Maret hanya tumbuh sebesar 5,5 persen, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 9,3 persen. Kondisi ini menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat.

Sementara itu, Indeks Penjualan Riil (IPR) pada April 2025 diperkirakan hanya mencapai 231,1 atau terkontraksi 2,2 persen secara tahunan (year on year/yoy). Dengan demikian, momentum Ramadan dan Idul Fitri tahun ini tidak mampu mendongkrak pertumbuhan konsumsi rumah tangga maupun penjualan eceran.

“Artinya, ada kecenderungan masyarakat menahan pengeluaran atau mengurangi belanja, bahkan untuk kebutuhan primer yang lebih penting seperti kesehatan, pendidikan, dan pangan,” ujar Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI), Josua Pardede, Rabu (14/5/2025).

1. Pola konsumsi masyarakat bergeser ke produk yang lebih murah

ilustrasi menjual mobil bekas (freepik.com/prostooleh)

Indikasi melemahnya daya beli masyarakat tercermin dari penurunan penjualan mobil baru, di mana masyarakat cenderung beralih ke mobil bekas. Kondisi ini menunjukkan adanya pergeseran konsumsi ke segmen yang lebih terjangkau, mencerminkan preferensi terhadap alternatif yang lebih ekonomis di tengah tekanan ekonomi.

"Penjualan otomotif juga menurun, dan masyarakat mulai beralih ke mobil bekas. Pola konsumsi pun bergeser ke produk-produk yang lebih murah atau terjadi downtrading," ujarnya.

2. Perlu siapkan startegi atasi lonajakan PHK

Dok. Istimewa/IDN Times

Josua menyoroti tren pemutusan hubungan kerja (PHK) yang cukup besar di sektor manufaktur padat karya, yang menyebabkan konsumsi rumah tangga belum mampu bangkit, meskipun pemerintah telah meluncurkan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Menurutnya, program MBG memberikan dampak positif dalam jangka panjang. Namun, dalam jangka pendek, yang lebih mendesak adalah penciptaan lapangan kerja dalam skala besar.

“Yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan, karena kondisi saat ini sangat memengaruhi daya beli,” ujarnya.

3. Kelompok kelas menengah harus dijaga

ilustrasi kelas menengah (pexels.com/RDNE)

Menurutnya, pemerintah harus menjaga agar kelompok kelas menengah tidak turun status ekonominya, mengingat kelompok ini tidak menerima bantuan sosial, namun tetap rentan terdampak tekanan ekonomi. Oleh karena itu, stabilisasi harga menjadi kunci penting dalam menjaga tingkat konsumsi kelompok tersebut.

“Kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan sosial justru perlu dijaga daya belinya melalui kestabilan harga pelayanan publik, transportasi, dan terutama harga pangan,” ujar Josua. 

Editorial Team