Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Destiawan Soewardjono (instagram.com/waskita_karya)
Selain korupsi di anak usaha, perbuatan melanggar hukum tersebut juga terjadi di induknya, yakni Waskita Karya. Pada Desember 2022, Kejagung menetapkan Direktur Operasi II Waskita Karya, Bambang Rianto, sebagai tersangka korupsi penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan beberapa bank.
Kuntadi mengatakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersangka adalah menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan dokumen pendukung palsu.
"Guna menutupi perbuatannya dengan dalih seolah-olah dipergunakan untuk pembayaran utang vendor yang belakangan kegiatan tersebut kami ketahui fiktif sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara," kata Kuntadi, dikutip dari ANTARA.
Bambang Rianto pun terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tidak berhenti sampai situ, Kejagung kembali menetapkan tersangka kasus korupsi di Waskita Karya. Kali ini yang menjadi tersangka adalah eks Dirut Waskita, Destiawan Soewardjono (DES).
Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan DES sebagai tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi, yaitu dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast Tbk.
"Jampidsus telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap satu orang tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Sabtu (29/4/2023).
Ketut menjelaskan, peranan tersangka DES dalam perkara tersebut yakni secara melawan hukum memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu.
Itu dilakukan untuk membayar utang-utang perusahaan, yang terjadi akibat pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif guna memenuhi permintaan tersangka.
"Akibat perbuatannya, tersangka DES disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (K.3.3.1)," ujar Ketut.