Penyeragaman Rokok Tanpa Merek Perlu Pertimbangkan Dampak ke Ekonomi

Intinya sih...
- Industri tembakau berkontribusi besar terhadap pendapatan negara melalui penerimaan cukai.
- Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dialokasikan untuk bidang kesehatan, penegakan hukum, dan kesejahteraan masyarakat.
Jakarta, IDN Times - Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria menyatakan, kebijakan terkait penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek seharusnya mempertimbangkan dampak ekonomi.
"Industri tembakau telah berkontribusi besar bagi pendapatan negara melalui penerimaan cukai," kata dia.
1. Dana bagi hasil cukai hasil tembakau juga memiliki kontribusi bagi ekonomi
Merrijantij juga menjelaskan industri tembakau memiliki kontribusi yang signifikan bagi ekonomi nasional.
Adapun pemanfaatan DBHCHT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 215 Tahun 2021, yakni DBHCHT dialokasikan pada bidang kesehatan, penegakan hukum dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan dalam catatanya, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang telah dimanfaatkan sebesar 40 persen untuk mendukung biaya kesehatan.
Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa industri tembakau telah memberikan kontribusi langsung pada mitigasi persoalan kesehatan masyarakat.
2. Pembahasan rancangan Permenkes harus libatkan kementerian lainnya
Di tengah pembahasan rancangan Permenkes, Merrijantij mengungkapkan bahwa hingga saat ini, Kemenperin belum dilibatkan secara resmi oleh Kemenkes. Hal ini menunjukkan minimnya koordinasi antarkementerian dalam pembahasan regulasi tersebut.
Padahal, Merrijantij mengatakan, pihaknya telah menyiapkan data-data mengenai potensi atau risiko dampak negatif dari Rancangan Permenkes untuk menjadi bahan diskusi dengan Kemenkes dan kementerian terkait lainnya.
“Kalau pada saatnya nanti diskusi dibuka, kita sudah menyiapkan posisi industri secara lebih komprehensif,” ujarnya.
3. Rancangan Permenkes dinilai terlalu ketat
Sebelumnya, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko bidang Perekonomian, Eko Harjanto menyoroti Rancangan Permenkes yang diinisiasi oleh Kemenkes dianggap terlalu ketat. Selain itu juga melebihi standar Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang notabene tidak diratifikasi oleh pemerintah.
”Kami menerima banyak keluhan dari asosiasi petani dan industri. Mereka merasa pengaturan yang terlalu ketat justru akan menghambat kontribusi industri hasil tembakau (IHT) terhadap ekonomi, termasuk pembayaran cukai,” kata Eko, dikutip Selasa (10/12).
Eko juga mengingatkan, IHT memiliki multiplier effect yang besar, mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga kontribusi terhadap pendapatan negara.
“Kami berharap kebijakan yang dihasilkan (untuk IHT) tidak mengekang, melainkan seimbang antara perlindungan kesehatan dan keberlangsungan industri,” kata Eko.