Jakarta, IDN Times - Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur jadi proyek ambisius pemerintah hingga 2045 nanti. Namun, langkah pemerintah terkait IKN terkendala dengan skema pembiayaan pembangunan IKN yang masih simpang siur sampai saat ini.
Pembiayaan menjadi satu masalah pelik tersendiri bagi pemerintah dalam proyek pembangunan IKN. Berbagai macam skema dimunculkan untuk mendapatkan dana proyek IKN, mulai dari penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), investasi swasta, hingga urunan dari rakyat Indonesia.
Keseriusan pemerintah menetapkan pendanaan untuk IKN dibuktikan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2022 yang diteken Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada akhir April 2022.
Namun, apa yang dirincikan PP tersebut dengan apa yang pernah disampaikan Jokowi pada 6 Mei 2019 silam. Kala itu, Jokowi mengatakan pembangunan IKN tidak akan membebani APBN.
Padahal dalam Bab II Pasal 3 PP tersebut tertulis, pendanaan untuk persiapan, pembangunan dan pemindahan IKN dan penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara bersumber dari APBN dan atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara, di dalam Pasal 4 tertulis skema pendanaan yang bersumber dari APBN dapat berbentuk belanja dan atau pembiayaan.
"Skema pendanaan dalam bentuk belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk pendanaan yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak," demikian bunyi Pasal 4 ayat (2) PP Nomor 17 Tahun 2022.
Di dalam PP tersebut, sumber pendanaan nonpajak berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Surat Utang Negara (SUN). Sementara, di Pasal 4 ayat (5), tertulis skema pendanaan yang bersumber dari APBN dan sumber lain yang sah dapat diperoleh dari pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) dan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha atau KPBU IKN.
Lantas, bagaimana sebenenarnya skema pembiayaan proyek IKN, termasuk penggunaan APBN-nya?