Pabrik Sritex (Instagram Sritex)
Setelah berdagang di Pasar Klewer selama dua tahun, Lukminto mendirikan pabrik cetak pertama di Solo. Pabrik itu menghasikan kain putih dan berwarna. Dikutip dari laman resmi Sritex, pada 1978, Lukminto mendaftarkan perusahaannya menjadi perseroan terbatas (PT) ke Kementerian Perdagangan dengan nama PT Rejeki Isman atau Sritex.
Akhirnya, pada 1982, dia mendirikan pabrik tenun di Desa Jetis, Sukuharjo. Pabrik Sritex diresmikan Presiden Soeharto pada 3 Maret 1992. Bersama pabrik tekstil lainnya di wilayah Solo, Sritex diminta memproduksi seragam militer untuk Indonesia.
Dari tugas itu, nama Sritex makin dikenal. Bahkan, pada 1994, perusahaan diminta memproduksi seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman.
Pada 2013, Sritex melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham SRIL. Setahun kemudian, Lukminto meninggal dunia di Singapura. Dia meninggalkan lima orang anak, Vonny Imelda, Iwan Setiawan, Lenny Imelda, Iwan Kurniawan, dan Margaret Imelda.
Setelah Sritex melantai di Bursa, kepemilikan saham mayoritas bukan lagi di tangan keluarga Lukminto.
Dikutip dari data BEI, pemilik mayoritas saham perusahaan saat ini adalah PT Huddleston Indonesia, dengan porsi saham mencapai 59,03 persen. Sementara publik mengantongi 39,89 persen saham, dan anak-anak H.M Lukminto masing-masing memiliki saham kurang dari 1 persen.
Adapun Iwan Kurniawan Lukminto saat ini menjabat Direktur Utama. Sedangkan kakaknya atau putra sulung H.M Lukminto, yakni Iwan Setiawan Lukminto sebagai komisaris Utama.
Pada 2020 lalu, Iwan Setiawan Lukminto masuk dalam daftar 50 orang terkaya versi Forbes. Dia berada di peringkat 49, dengan kekayaan mencapai 515 juta dolar AS.