Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
SPBU Pertamina. (IDN Times/Dhana Kencana)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah tak kunjung menyelesaikan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Hal itu berpotensi menyebabkan kuota BBM subsidi jebol.

"Jika tidak dilakukan revisi Perpres 191 Tahun 2014, berpotensi terjadinya overkuota JBT Solar dan JBKP Pertalite," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (14/2/2023).

Oleh karenanya, diperlukan pengaturan konsumen pengguna melalui revisi Perpres 191/2014, agar dapat dilakukan pengendalian konsumsi dan subsidi menjadi lebih tepat sasaran.

1. Urgensi revisi Perpres 191/2014

Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)

Tutuka menjelaskan sejumlah urgensi revisi Perpres 191/2014, yakni karena diperlukan pengaturan BBM JBT dan JBKP tepat sasaran. Sementara saat ini belum ada pengaturan konsumen pengguna JBKP alias Pertalite.

Selain itu, pengaturan untuk konsumen pengguna JBT alias Solar subsidi yang berlaku saat ini masih terlalu umum sehingga menimbulkan multitafsir.

Dijelaskan Tutuka lebih lanjut, mengacu pada APBN 2023, kuota JBT solar ditetapkan sebesar 17 juta kiloliter (kl) dan kuota minyak tanah ditetapkan sebesar 500 ribu kl. "Di mana kuota yang ditetapkan tersebut di bawah proyeksi konsumsi JBT tahun 2023," ujarnya.

Selain itu, tren realisasi konsumsi JBKP tahun 2020-2022, telah ditetapkan kuota JBKP tahun 2023 sebesar 32,56 juta kl atau tumbuh 10,38 persen.

2. Perkembangan revisi Perpres 191

Editorial Team

Tonton lebih seru di