Kendati dibuka menguat, rupiah nampaknya masih akan mengalami tekanan dari dolar AS.
Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra melihat kemungkinan itu terjadi karena adanya kenaikan yield obligasi pemerintah AS hari ini.
"Yield obligasi pemerintah AS terus menanjak pada perdagangan kemarin karena ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS sebanyak tiga atau empat kali yang digaungkan oleh para pejabat Bank Sentral AS. Yield obligasi tenor 10 tahun sudah naik ke kisaran 1,82 persen, yang tertinggi sejak Januari 2020," kata Ariston, dalam keterangan tertulisnya kepada IDN Times, Senin pagi.
Sementara itu, kenaikan inflasi konsumen AS edisi Desember sebesar 7 persen year on year memaksa Bank Sentral AS untuk mempercepat kebijakan pengetatan moneternya.
Ariston menyatakan, pengetatan moneter akan mendorong penguatan dolar AS karena bank sentral menarik likuiditas dolar di pasar.