ilustrasi Iran vs Israel (IDN Times/Aditya Pratama)
Dian mengatakan, penguatan dolar AS yang terjadi terhadap seluruh mata uang secara global, tercermin dari Dollar Index yang mencatatkan tren kenaikan sejak akhir Maret 2024.
Beberapa faktor yang memengaruhi penguatan dolar AS, antara lain kebijakan suku bunga high for longer yang masih berlanjut di tengah kuatnya perekonomian AS, namun bersamaan dengan laju inflasi AS yang masih cukup jauh dari target 2 persen.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Bank Sentral AS, Federal Reserve (the Fed), yang menyatakan belum akan terburu-buru menurunkan suku bunga dan akan terus melihat perkembangan data-data perekonomian ke depan.
Sementara itu, tensi geopolitik yang meningkat di Timur Tengah setelah konflik langsung Iran dengan Israel menyebabkan kekhawatiran akan terjadinya perang yang makin meluas dan dapat membebani perekonomian dunia, tqerutama dari kenaikan harga komoditas energi dan mineral utama serta kenaikan biaya logistik seiring terganggunya jalur perdagangan utama akibat konflik di Timur Tengah dan Rusia-Ukraina.
Peningkatan tensi geopolitik dan ketidakpastian global ini menyebabkan dolar AS yang merupakan salah satu safe haven asset terus diburu para pelaku pasar dan mendorong penguatannya lebih lanjut.
Di sisi lain, perekonomian domestik juga terpengaruh oleh situasi geopolitik eksternal sebagaimana terlihat dari data inflasi Indonesia pada Maret 2024 yang tercatat sebesar 0,52 persen secara month-to-month (mtm) atau 3,05 persen secara year on year (yoy).
Angka itu meningkat dibandingkan 2,75 persen (yoy) pada Februari 2024, meskipun masih tetap dalam rentang target yang ditetapkan.