Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan)
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan)

Intinya sih...

  • Rupiah ditutup melemah hingga Rp16.891 per dolar AS, turun 0,41 persen dari penutupan sebelumnya
  • Mayoritas mata uang Asia melemah terhadap dolar AS, sementara beberapa menguat
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pergerakan rupiah spot ditutup pada level Rp16.891 per dolar Amerika Serikat (AS) di akhir perdagangan Selasa (8/4/2025). 

Berdasarkan data Bloomberg, laju rupiah ini melemah hingga 69,50 poin atau 0,41 persen dibandingkan penutupan kemarin pada level Rp16.822 per dolar AS. 

1. Mata uang di Asia kompak melemah

Di Asia, mayoritas mata uang melemah terhadap dolar AS sore ini. Hingga pukul 15.20 WIB, won Korea mencatat pelemahan terdalam di Asia dengan terkoreksi 0,49 persen, disusul rupiah yang terdepresiasi 0,41 persen. 

Kemudian baht Thailand susut 0,29 persen, rupee India melemah 0,27 persen, ringgit Malaysia koreksi 0,26 persen, yuan China melemah 0,21 persen, dan dolar Hong Kong melemah 0,03 persen terhadap dolar AS.

Sedangkan mata uang Asia lainnya menguat terhadap dolar AS sore ini. Yen Jepang terapresiasi 0,35 persen, pesso Filipina menguat 0,28 persen, dolar Taiwan positif 0,21 persen, dan dolar Singapura menguat 0,14 persen terhadap dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia ada di 103,11, turun dari hari sebelumnya yang ada di 103,25.

2. Sentimen eksternal masih hantam penguatan rupiah

Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan, laju rupiah dipastikan masih akan tertekan, terutama oleh akumulasi penurunan besar di bursa selama liburan. 

"Sentimen risk off oleh perang tarif masih menekan mata uang emerging market pada umumnya," ujarnya.

Pasar belum merespons rencana pemerintah lakukan negosiasi dengan Trump
Ia menjelaskan langkah negosiasi merupakan salah satu jalan yang bisa ditempuh pemerintah terhadap kebijakan tarif impor dari Presiden Trump karena surplus perdagangan dengan AS adalah sangat besar.

"Keputusan pemerintah (negosiasi) belum bisa memberikan sentimen karena masih perlu menantikan kedepan hasilnya gimana. Untuk saat ini, BI sedang agresif mengintervensi dan menjaga rupiah di bawah Rp17.000 per dolar AS, namun volatilitas pasti masih tinggi," tuturnya. 

3. Ekslasi perang dagang picu kekhawatiran pasar

Pengamat mata uang, Ibrahim Assuabi membeberkan eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan berbagai negara, termasuk Indonesia, yang dikenakan tarif impor sebesar 32 persen masih jadi faktor utama meningkatnya ketidakpastian global. 

"Kondisi ini berdampak langsung terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia," ungkap Ibrahim kepada IDN Times, Selasa (8/4/2025).

Saat ini, banyak negara tengah mempertimbangkan kembali keputusan tarif perdagangan yang ditetapkan oleh Trump, dengan melakukan negosiasi ulang atau bahkan melawan tarif yang diberlakukan olehnya.

Ketegangan ini menambah ketidakpastian global dan memicu kekhawatiran mengenai potensi terjadinya resesi global. Faktor lainnya, berkaitan dengan data tenaga kerja di Amerika Serikat yang menunjukkan hasil lebih baik dari ekspektasi, dengan tingkat pengangguran yang menurun tajam.

Meski ini menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja yang lebih baik dan memberikan dampak pada keputusan Bank Sentral AS.

"Selanjutnya, Bank Sentral AS juga membahas kemungkinan untuk mempertahankan suku bunga tinggi karena permasalahan perang dagang yang belum usai, serta inflasi yang masih tinggi," ujar Ibrahim.

Editorial Team