Berbagai sanksi keuangan, perdagangan, dan ekonomi yang dijatuhkan negara-negara Barat dan mitranya berhasil menekan perekonomian Rusia. Presiden Vladimir Putin mengadakan pembicaraan krisis dengan penasihat ekonomi utamanya setelah rubel jatuh ke rekor terendah terhadap dolar AS pada saat awal "operasi militer" diberlakukan.
Direktur Dewan Ekonomi AS, Brian Deese, mengatakan bahwa inflasi Rusia bisa mencapai 200 persen per tahun pada Rabu (06/04/2022). Dia juga menambahkan perekonomian Rusia akan anjlok sebesar 10 hingga 15 persen pada akhir 2022 mendatang, dilansir Quartz.
Para perusahaan swasta dari Uni Eropa, Singapura, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat juga menarik mundur distribusi produk mereka dan menghentikan sementara kerja sama dengan perusahaan-perusahaan Rusia. Tak heran jika Rusia menghadapi inflasi yang serius kedepannya.
Rusia yang merupakan salah satu eksportir minyak terbesar juga menghadapi tekanan terkait penghentian distribusi oleh beberapa negara sebagai bentuk hukuman. Di sisi lain, Rusia sebenarnya telah mendekati India dan China agar dapat menjalankan kerja sama dalam hal perdagangan, termasuk ekspor-impor minyak.
Sanksi yang akan diterima Rusia dipercaya akan terus bertambah seiring dengan laporan bahwa pasukan Rusia telah membunuh ribuan warga sipil di berbagai kota Ukraina, termasuk Bucha dan Mariupol. Negara-negara Barat dikabarkan siap untuk menambahkan sanksi kepada Rusia terkait peristiwa ini.