Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
20250814_104145.jpg
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi. (IDN Times/Trio Hamdani)

Intinya sih...

  • Data BPS menunjukkan pertumbuhan industri sekitar 5,6 persen dan investasi naik 6,9 persen, menciptakan 1,259 juta lapangan kerja hingga Agustus 2025.

  • Kemenperin klaim industri serap 303 ribu pekerja baru pada semester I-2025 melalui ekspansi industri dengan nilai investasi Rp803,2 triliun.

  • Serikat buruh ragukan data Kemenperin yang mencatat serapan 303 ribu tenaga kerja pada semester I-2025 karena tidak mencerminkan situasi ketenagakerjaan di lapangan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi merespons keraguan Partai Buruh terhadap data pembukaan lapangan kerja di sektor manufaktur.

Dia menekankan, perbedaan pandangan soal data sebaiknya dibahas dengan membandingkan data yang setara, bukan hanya berdasarkan perasaan.

"Kalau tidak percaya atau meragukan data, silakan kita berdebat untuk menyajikan data yang lain. Jadi tidak hanya pakai perasaan. Jadi ada data juga yang disandingkan supaya kita bisa diskusikan soal data itu," katanya dalam konferensi pers di Kantor PCO, Jakarta, Kamis (14/8/2025).

1. PCO singgung data pertumbuhan industri dan investasi

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi. (IDN Times/Trio Hamdani)

Hasan menyebut, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sektor industri tumbuh sekitar 5,6 persen, sementara investasi naik 6,9 persen. Itu mendorong terciptanya 1,259 juta lapangan kerja hingga Agustus 2025, dan jumlahnya diperkirakan masih akan bertambah.

Berdasarkan data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), lima sektor yang paling banyak menyerap realisasi investasi hingga pertengahan 2025. Sektor-sektor yang dimaksud adalah industri logam dasar, transportasi dan telekomunikasi, pertambangan, perumahan, serta kawasan industri.

"Ada kawasan industri, artinya juga industri tumbuh di situ. Kira-kira itu penjelasan yang bisa kita berikan," ujar Hasan.

2. Kemenperin klaim industri serap 303 ribu pekerja

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif . (IDN Times/Triyan).

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri sebelumnya menuturkan pada semester I-2025 terdapat 1.641 perusahaan yang melaporkan pembangunan fasilitas produksi baru melalui SIINas dengan nilai investasi Rp803,2 triliun.

“Dampak langsung dari ekspansi industri ini adalah penyerapan tenaga kerja baru yang diperkirakan mencapai 303 ribu orang,” katanya dalam keterangan resmi Rabu (6/8/2025).

Angka penyerapan tenaga kerja tersebut dinilai jauh lebih besar dibandingkan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disampaikan oleh kementerian lain maupun asosiasi pengusaha.

Febri menegaskan, Kemenperin akan terus menjaga momentum pertumbuhan industri pengolahan. Menurutnya, dengan kebijakan yang belum sepenuhnya pro-industri saja, sektor manufaktur sudah tumbuh 5,6 persen.

"Apalagi jika kebijakan yang pro industri diberlakukan, tentu pertumbuhan manufaktur melesat jauh lebih tinggi lagi," ucapnya.

3. Serikat buruh ragukan data Kemenperin

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, pihaknya mempertanyakan data Kemenperin yang mencatat serapan 303 ribu tenaga kerja pada semester I-2025. Dia menilai angka tersebut tidak mencerminkan situasi ketenagakerjaan di tengah terjadinya PHK di sejumlah sektor padat karya seperti tekstil, garmen, elektronik, ritel, perdagangan mal, dan hotel.

Said Iqbal menyampaikan beberapa alasan, di antaranya Kemenperin belum memaparkan data rinci mengenai jenis industri, nama perusahaan, jumlah serapan, dan lokasi. Dia juga membandingkan dengan data BPJS Ketenagakerjaan yang mencatat penurunan jumlah peserta pada periode yang sama.

"Bila mengikuti alur berfikir Kemenperin RI, seharusnya peserta BPJS TK jumlahnya bertambah sebanyak 303 ribu orang," katanya beberapa waktu lalu.

Menurut dia, data tersebut berpotensi mencakup pekerja formal dan informal, yang memiliki perbedaan dalam perlindungan sosial dan upah. Dia juga menyoroti penggunaan definisi BPS yang memasukkan seseorang bekerja meski hanya satu jam per minggu.

Dia menambahkan, kondisi di lapangan seperti tingkat penyerapan tenaga kerja di job fair dan perekrutan di industri sepatu yang dilakukan secara bertahap menunjukkan perlunya verifikasi lebih lanjut terhadap angka serapan yang disampaikan.

Editorial Team