Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
JCH Sumbar menaiki pesawat Lion Air (Foto: Kemenag Sumbar)

Intinya sih...

  • Kalayang di Bandara Soekarno-Hatta sulitkan konektivitas antarterminal, kontribusi delay penerbangan.
  • Desain awal bandara tidak memperhatikan jumlah maskapai dan rute baru, aplikasi agen perjalanan daring juga kurang memperhatikan lokasi terminal.

Jakarta, IDN Times - Presiden Direktur Lion Group, Capt. Daniel Putut Kuncoro Adi menyampaikan posisi Kalayang (kereta layang) di Bandara Soekarno-Hatta yang berada di luar bangunan terminal menyulitkan konektivitas antarterminal.

"Nah ini juga menjadikan konektivitas akhirnya kalau ada penumpang yang memilih ini (menggunakan Kalayang) dengan jumlah besar, ini kontribusi delay-nya terjadi," kata dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI, Kamis (22/5/2025).

Daniel mengusulkan agar Kalayang didesain ulang agar lebih efisien dan memudahkan perpindahan penumpang, terutama bagi mereka yang melakukan penerbangan lanjutan antarmaskapai yang beroperasi di terminal berbeda.

"Kalayang juga sebetulnya juga harus menurut kami harus di-redesign karena posisinya masih di luar dari bangunan terminal. Nah kalau kita lihat di bandara manapun juga namanya kereta itu biasanya ada di dalam terminal," sebutnya.

1. Konektivitas antarterminal dinilai jadi tantangan ketepatan waktu

Kereta layang (Kalayang) atau skytrain di Bandara Soekarno-Hatta. (dok. AP II)

Dia meyinggung desain terminal di Bandara Soekarno-Hatta. Desain awal bandara yang diresmikan pada 1985 dirancang untuk layanan point-to-point, seperti rute Jakarta-Medan atau Jakarta-Pontianak, dengan operasional terpusat di Terminal 1.

Namun, seiring bertambahnya jumlah maskapai dan rute, Terminal 2 diresmikan pada 1991, berlokasi terpisah dari Terminal 1.

Berkaitan dengan itu, Daniel menyoroti aplikasi agen perjalanan daring (OTA) yang sering menggabungkan penerbangan dari berbagai maskapai tanpa memperhatikan lokasi terminal.

Sebagai contoh, penumpang dari Medan menuju Jayapura mungkin tiba di Terminal 1A dengan Lion Air dan melanjutkan penerbangan dari Terminal 3 dengan Garuda Indonesia. Perpindahan antar terminal yang berjauhan dapat menyebabkan keterlambatan.

"Bagaimana menghubungkan 1A dengan 3? Nah ini juga dengan Kalayang contohnya," ujar dia.

2. Ada faktor lain yang pengaruhi ketepatan waktu penerbangan

Pesawat Lion Air di Bandara Lombok. (dok. Istimewa)

Daniel mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi ketepatan waktu penerbangan (on-time performance/OTP) maskapai yang berkaitan dengan aspek teknikal pesawat, navigasi udara, dan kondisi cuaca dalam operasional penerbangan.

Dia pun mengapresiasi Kementerian Perhubungan dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara atas pelaksanaan ramp check dan inspeksi rutin di lapangan, yang membantu mengidentifikasi dan memperbaiki tren kerusakan pesawat, sehingga meningkatkan OTP dari sisi teknikal.

Selain itu, Daniel menyoroti perlunya evaluasi terhadap rute navigasi udara, khususnya WISKI 45 yang menghubungkan Jakarta ke wilayah timur Indonesia, termasuk Surabaya, Makassar, Denpasar, dan Lombok. Dia menyebut semua penerbangan ke timur melalui rute tersebut.

"Ada alternatif sebetulnya, pernah kita waktu itu kita bahas membuka rute selatan, tetapi kita berhadapan dengan TNI AU, sehingga semakin jauh jadi semakin tidak efisien. Nah ini menjadi salah satu kontribusinya," paparnya.

Dalam hal cuaca, Daniel menekankan Lion Group telah meningkatkan fokus pada keselamatan penerbangan. Dia menyampaikan, lebih baik tidak mendarat dalam kondisi cuaca buruk daripada memaksakan pendaratan yang berisiko.

Untuk itu, Lion Group mendisiplinkan pilot agar mematuhi prosedur keselamatan, dengan tujuan menjamin keselamatan menjadi prioritas utama.

3. Lion Group mengklaim ada perbaikan on-time performance

Maskapai Lion Air. (dok. Lion Air Group)

Daniel mengatakan, ketepatan waktu penerbangan maskapai Lion Group menunjukkan perbaikan. Pernyataan tersebut merujuk pada data yang sebelumnya telah disampaikan oleh Dirjen Perhubungan Udara.

Dia menjelaskan, penurunan frekuensi penerbangan domestik turut berkontribusi terhadap peningkatan OTP. Menurut data yang disebutkan, frekuensi penerbangan mengalami penurunan sekitar 4 persen dibanding tahun 2024 dan 4,2 persen dibanding tahun 2023.

"Nah otomatis dengan turunnya frekuensi ini, kita juga mendapatkan banyak kesempatan sebetulnya untuk mempercepat ataupun mempersingkat waktunya sehingga on-time performance kemudian semakin membaik," tuturnya.

Editorial Team