ilustrasi bekerja (IDN Times/Sukma Shakti)
Meskipun studi tersebut tidak mencakup periode pandemik, temuan tersebut muncul pada saat jumlah orang yang bekerja dengan jam kerja panjang meningkat, dan saat ini mencapai 9 persen dari total populasi secara global, kata WHO.
“Tren ini menempatkan bahkan lebih banyak orang yang berisiko mengalami kecacatan terkait pekerjaan dan kematian dini,” ujarnya.
Pandemik virus corona juga membawa dampak besar pada konteks jam kerja, di mana WHO telah memperingatkan bahwa pandemik mempercepat perkembangan yang dapat mendorong tren peningkatan waktu kerja.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan teleworking telah menjadi norma di banyak industri, seringkali mengaburkan batasan antara rumah dan pekerjaan. Selain itu, banyak bisnis terpaksa mengurangi atau menghentikan operasi untuk menghemat uang.
"Dan orang-orang yang masih dalam daftar gaji akhirnya bekerja lebih lama," kata Tedros.
"Tidak ada pekerjaan yang sebanding dengan risiko stroke atau penyakit jantung. Pemerintah, pengusaha dan pekerja perlu bekerja sama untuk menyepakati batasan untuk melindungi kesehatan pekerja,” tambahnya.
WHO merekomendasikan agar pemerintah memperkenalkan, menerapkan, dan menegakkan hukum, peraturan, dan kebijakan yang melarang lembur wajib dan memastikan batas maksimum waktu kerja, dan menyarankan agar karyawan dapat berbagi jam kerja untuk memastikan bahwa jumlah jam kerja tidak naik di atas 55 jam atau lebih per minggu.