Menurut analis pasar keuangan, Ibrahim Assuaibi menilai pelemahan dolar AS sore ini disebabkan sinyal pelonggaran suku bunga acuan alias dovish dari Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) muncul kembali. Hal itu didorong oleh pelemahan pasar tenaga kerja AS yang memperkuat desakan agar The Fed menurunkan Fed Fund Rate (FFR).
“Komentar dari Gubernur Fed Christopher Waller yang mendukung penurunan suku bunga di bulan Desember, senada dengan komentar Jumat lalu dari Presiden Fed New York, John Williams, yang mengatakan bahwa penurunan suku bunga di bulan Desember dimungkinkan karena pasar tenaga kerja yang melemah,” kata Ibrahim dalam keterangannya.
Lead Country Economist untuk Indonesia dan Timor Leste di Bank Dunia, David Knight sebelumnya mengatakan, saat negara-negara maju, termasuk AS mengarah pada pelonggaran kebijakan moneter, biasanya akan memicu arus modal masuk ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sayangnya, dikarenakan ada ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang dan tensi geopolitik, hal itu tidak terjadi tahun ini.
“Dalam kondisi normal, kebijakan moneter longgar biasanya memicu capital inflow ke negara-negara berkembang. Tetapi ketidakpastian geopolitik dan tarif membuat situasinya jauh lebih beragam,” tutur David Knight kemarin.
Namun, menurutnya, nilai tukar rupiah masih bisa bertahan di tengah kondisi tersebut karena kebijakan responsif dari Bank Indonesia (BI).
“Ini bukan hanya karena kebijakan bank sentral yang responsif, tetapi juga mencerminkan fundamental makro Indonesia yang kuat,” ujar David Knight.