Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi ekonomi (pixabay.com/geralt)
ilustrasi ekonomi (pixabay.com/geralt)

Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan strategi ekonomi yang diterapkan pada awal kemerdekaan Indonesia untuk mengubah dominasi ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Gerakan ini menjadi bagian dari upaya membentuk struktur ekonomi yang lebih adil, khususnya bagi pengusaha pribumi. Digagas pada masa Kabinet Natsir, sistem ini hadir sebagai respons atas ketimpangan ekonomi yang diwariskan dari masa penjajahan Belanda.

Pada masa itu, sebagian besar kegiatan ekonomi dikuasai oleh pengusaha nonpribumi, terutama keturunan Tionghoa dan asing. Sementara itu, pengusaha pribumi kesulitan berkembang karena keterbatasan modal dan akses terhadap pasar. Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan program yang bertujuan untuk membangun kelas pengusaha dari kalangan pribumi melalui sistem ekonomi Gerakan Benteng.

Namun, meski niat awalnya mulia, kenyataan di lapangan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Program ini pada akhirnya justru membawa dampak negatif pada perekonomian negara. Lantas, seperti apa tujuan awal dari sistem ini? Siapa pencetusnya? Apa saja programnya dan mengapa akhirnya gagal? Yuk, kita bahas satu per satu.

1. Tujuan sistem ekonomi gerakan benteng

ilustrasi kenaikan ekonomi (pexels.com/Monstera Production)

Tujuan utama sistem ekonomi Gerakan Benteng adalah membentuk dan melindungi kelas pengusaha pribumi agar mampu bersaing dengan pengusaha nonpribumi. Mengutip buku Ilmu Pengetahuan Sosial oleh Nana Supriatna dkk (2004), program ini diharapkan dapat mengurangi dominasi ekonomi kolonial yang masih melekat pasca kemerdekaan. Fokus utamanya adalah memberikan akses ekonomi yang adil kepada masyarakat Indonesia asli.

Program ini juga memberikan kredit dan pelatihan kepada sekitar 700 pengusaha pribumi sebagai bentuk dukungan modal awal. Harapannya, dengan bantuan tersebut, pengusaha lokal bisa mengambil bagian dalam kegiatan impor, serta mengurangi ketergantungan Indonesia pada pengusaha asing. Pemerintah juga berharap kegiatan ini bisa menghemat devisa negara.

Namun, idealisme tersebut tidak sepenuhnya terealisasi di lapangan. Pengusaha pribumi dinilai kurang siap secara manajerial dan bisnis untuk memanfaatkan fasilitas kredit yang telah diberikan. Akibatnya, alih-alih memperkuat ekonomi nasional, kebijakan ini justru menimbulkan defisit negara yang cukup besar.

2. Pencetus sistem ekonomi gerakan benteng

ilustrasi ekonomi (pexels.com/crazy motions)

Sistem ekonomi Gerakan Benteng digagas oleh Dr. Soemitro Djojohadikusumo, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan dalam Kabinet Natsir. Ia adalah seorang ekonom ternama dan guru besar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pendidikan tinggi yang ditempuhnya di Netherland School of Economics dan Université de Sorbonne memperkuat kapasitasnya dalam merancang kebijakan ekonomi nasional.

Soemitro dikenal sebagai sosok yang visioner dan ingin menciptakan tatanan ekonomi yang lebih adil bagi rakyat Indonesia. Ia menyadari bahwa pengusaha pribumi tidak akan mampu bersaing dengan pengusaha nonpribumi jika tidak diberikan dukungan dari negara. Oleh karena itu, ia mencetuskan sistem ekonomi Gerakan Benteng sebagai bentuk affirmative action.

Kariernya di pemerintahan pun tidak sebatas sebagai menteri perdagangan. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Perekonomian (1950–1951), Menteri Keuangan (1952–1953), Menteri Perdagangan (1968–1973), dan Menteri Negara Riset (1973–1978). Sebagai ayah dari Prabowo Subianto, pengaruh pemikirannya dalam dunia politik dan ekonomi Indonesia masih terasa hingga kini.

3. Program-program dalam sistem ekonomi gerakan benteng

ilustrasi kenaikan ekonomi (pexels.com/Monstera Production)

Dalam pelaksanaan Gerakan Benteng, pemerintah mengadakan beberapa program utama yang bertujuan untuk membina dan memodali pengusaha pribumi. Pertama, pemerintah menumbuhkan kelas pengusaha dari kalangan pribumi dengan memberikan mereka peluang menjadi importir resmi. Ini adalah langkah awal agar mereka dapat berkontribusi dalam perdagangan internasional.

Kedua, para pengusaha kecil diberikan fasilitas berupa bimbingan dan kredit modal kerja. Pemerintah berharap bantuan tersebut bisa digunakan untuk memperkuat bisnis mereka agar lebih kompetitif. Selain itu, kebijakan ini juga memberikan privilege berupa kurs murah untuk pengusaha pribumi dalam kegiatan impor.

Ketiga, pembangunan ekonomi nasional dirancang agar inklusif, dengan keterlibatan aktif dari seluruh kelompok masyarakat, termasuk yang selama ini tersisih. Namun, pelaksanaan program ini kurang maksimal karena sebagian besar pengusaha yang menerima kredit justru menggunakannya untuk konsumsi pribadi. Bahkan ada yang menjual hak impornya kepada pengusaha nonpribumi demi keuntungan cepat.

4. Kegagalan sistem ekonomi gerakan benteng

ilustrasi ekonomi menurun (freepik.com/Freepik)

Sayangnya, sistem ekonomi Gerakan Benteng mengalami kegagalan yang cukup fatal. Salah satu penyebab utamanya adalah lemahnya kesiapan pengusaha pribumi dalam mengelola modal yang diberikan. Banyak dari mereka yang tidak memiliki pengalaman bisnis, sehingga dana bantuan justru digunakan untuk hal-hal konsumtif.

Selain itu, beberapa pengusaha bahkan menyalahgunakan program ini dengan menjual lisensi impor mereka kepada pengusaha nonpribumi. Praktik ini jelas bertentangan dengan semangat awal Gerakan Benteng, yaitu memperkuat pengusaha pribumi. Akibatnya, tujuan program menjadi bias dan justru memperkuat kembali dominasi pengusaha lama.

Kondisi ini menyebabkan keuangan negara mengalami defisit besar. Pada tahun 1952, tercatat defisit anggaran mencapai Rp3 miliar, belum termasuk sisa defisit dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,7 miliar. Akhirnya, program ini dinyatakan gagal dan dihentikan pada masa Kabinet Djuanda, tepatnya pada April 1957.

Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan upaya mulia dalam menciptakan keadilan ekonomi pasca kemerdekaan. Namun, keterbatasan sumber daya manusia dan pengawasan yang lemah membuat program ini tidak berjalan sesuai harapan. Meski gagal, Gerakan Benteng tetap menjadi pelajaran berharga dalam sejarah kebijakan ekonomi Indonesia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team