Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perdagangan global (pexels.com/Kaboompics)

Intinya sih...

  • Ketegangan perdagangan global melibatkan negara besar seperti AS, Tiongkok, dan Uni Eropa.
  • Indonesia terdampak melalui menurunnya permintaan ekspor, ketidakstabilan rantai pasok, dan fluktuasi nilai tukar mata uang.
  • Konflik dagang juga mengancam ketahanan pangan dan energi Indonesia serta stabilitas ekonomi nasional.

Dunia saat ini tengah menghadapi ketegangan perdagangan antara negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Uni Eropa. Kebijakan seperti kenaikan tarif impor, larangan ekspor, atau pembatasan akses pasar, menciptakan efek domino yang berdampak ke banyak negara, termasuk Indonesia.

Meskipun Indonesia bukan pemain utama dalam konflik tersebut, posisinya sebagai negara berkembang dengan perekonomian terbuka membuat dampaknya tidak bisa diabaikan.

Dampak dari konflik dagang global ini tidak hanya dirasakan oleh pelaku industri besar, tetapi juga berpengaruh pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Mulai dari sektor manufaktur, ekspor, hingga lapangan kerja bisa terguncang karena ketidakstabilan ekonomi internasional.

Berikut ini adalah empat tantangan utama yang dihadapi Indonesia di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan global.

1. Penurunan permintaan ekspor dan ketergantungan pasar

ilustrasi ekspor (pexels.com/Kai Pilger)

Salah satu efek langsung dari konflik dagang global adalah menurunnya permintaan terhadap produk ekspor Indonesia, terutama dari negara mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. Ketika dua negara besar saling menaikkan tarif dan membatasi perdagangan, arus barang global pun ikut tersendat. Hal ini berdampak pada menurunnya ekspor Indonesia di sektor seperti pertanian, elektronik, dan tekstil.

Ketergantungan Indonesia pada beberapa pasar utama juga menjadi kelemahan tersendiri. Saat pasar tersebut mengalami gangguan karena kebijakan dagang baru, Indonesia harus mencari pasar alternatif yang belum tentu siap menyerap produk dalam jumlah besar. Diversifikasi pasar menjadi penting, namun itu tidak bisa dilakukan secara instan dan membutuhkan strategi jangka panjang.

2. Melemahnya sektor industri dan kinerja pabrik lokal

ilustrasi sektor industri (pexels.com/Pixabay)

Konflik dagang sering kali menciptakan ketidakpastian dalam rantai pasok global, termasuk bahan baku dan komponen penting bagi industri di Indonesia. Ketika biaya impor bahan baku naik atau pasokannya terganggu karena pembatasan dari negara tertentu, kinerja industri lokal pun ikut melemah. Ini bisa membuat produksi menurun, biaya meningkat, dan akhirnya mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar internasional.

Selain itu, beberapa perusahaan multinasional yang sebelumnya menggunakan Indonesia sebagai basis produksi bisa mempertimbangkan relokasi ke negara lain dengan situasi dagang yang lebih stabil. Hal ini bukan hanya berdampak pada angka produksi nasional, tetapi juga bisa mengancam keberlangsungan pekerjaan ribuan karyawan di sektor manufaktur. Jika tidak diantisipasi dengan insentif dan kebijakan strategis, Indonesia bisa kehilangan momentum sebagai pusat produksi di kawasan Asia Tenggara.

3. Tekanan pada nilai tukar rupiah

ilustrasi uang rupiah (pexels.com/Robert Lens)

Ketegangan perdagangan global bisa memicu ketidakstabilan pasar keuangan internasional, termasuk memengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang. Dalam situasi seperti ini, investor cenderung menarik dananya dari negara berkembang seperti Indonesia dan memindahkannya ke aset yang dianggap lebih aman, seperti dolar AS. Pada akhirnya, permintaan terhadap dolar meningkat sementara rupiah melemah dan membuat biaya impor melonjak.

Nilai tukar rupiah yang terus tertekan juga memberi beban tambahan pada utang luar negeri, baik pemerintah maupun swasta, karena harus dibayar dalam mata uang asing. Selain itu, pelemahan rupiah bisa memicu inflasi karena harga barang impor naik, termasuk bahan makanan, obat-obatan, dan energi. Jika tidak diantisipasi dengan kebijakan moneter yang baik, tekanan ini dapat mengganggu stabilitas ekonomi nasional dan menurunkan daya beli masyarakat.

4. Ancaman terhadap ketahanan pangan dan energi

ilustrasi tanaman padi (pexels.com/Pixabay)

Konflik dagang yang melibatkan negara-negara penghasil komoditas pangan dan energi juga bisa berdampak langsung ke Indonesia. Misalnya, jika negara pengekspor gandum, kedelai, atau minyak goreng memberlakukan pembatasan ekspor demi menjaga pasokan domestiknya, maka Indonesia bisa mengalami lonjakan harga atau kelangkaan barang. Ini akan sangat terasa bagi masyarakat, terutama kelompok ekonomi rentan.

Tak hanya itu, bahan bakar seperti gas dan minyak bumi juga rentan mengalami fluktuasi harga jika pasokan global terganggu akibat ketegangan antarnegara. Pemerintah pun harus mengambil langkah cepat seperti menyesuaikan subsidi, membuka keran impor baru, atau bahkan mengalokasikan anggaran cadangan, yang semuanya berdampak pada APBN dan stabilitas ekonomi nasional. Ketergantungan tinggi pada impor membuat ketahanan energi dan pangan Indonesia sangat rentan dalam situasi global yang tidak menentu.

Ketegangan perdagangan global adalah tantangan nyata yang tidak bisa dihindari oleh negara seperti Indonesia yang cukup bergantung pada perdagangan internasional. Dampaknya menjalar ke berbagai sektor, dari ekspor, industri, nilai tukar, hingga ketahanan pangan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk memahami risiko ini dan menyiapkan strategi adaptif.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team