Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Trump Kewalahan Mengatasi Dampak Perang Tarif yang Diciptakan Sendiri

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani Perintah Eksekutif mengenai rencana tarif Pemerintah pada acara “Make America Wealthy Again”, Rabu, 2 April 2025 (flickr.com/The White House)

Pada waktu Presiden Trump mengumumkan keputusan meningkatkan tarif impor barang
dan jasa dari Kanada dan Mexico pada awal pemerintahannya, dia nampak sangat percaya diri.  Sambil ketawa ia menjawab semua pertanyaan wartawan.

Namun pada waktu mengetahui reaksi Perdana Menteri Kanada Justine Trudeau dan Presiden Mexico Claudia Sheinbaum  yang berani membalas kebijakannya juga dengan meningkatkan tarif impor barang dan jasa dari AS, sekaligus melakukan hal serupa untuk aluminum dan bahan lain, dan mendengar keluhan industri otomotif AS yang mulai menghentikan produksi karena disrupsi supply chain yang disebabkan  balasan Kanada dan Mexico, Presiden Trump tidak mau menggunakan istilan resesi. Padahal jelas ekonomi AS mulai mengalami resesi bahkan bisa lebih buruk lagi.

Menteri Perdagangan Howard Lutnick saat menjawab pertanyaan wartawan televisi yang menanyakan masalah tersebut, mengatakan, sebagai hal yang wajar. Dia juga menolak mengiyakan bahwa tindakan peningkatan tarif  tersebut akan menaikkan harga barang-barang dan inflasi di AS setelah perang tarif berkecamuk. Mungkin Pak Menteri Perdagangan ini harus kembali membaca catatan kuliah Econ 101-nya.

Hal serupa disampaikan Penasihat Perdagangan dan Industri Presiden, Peter Navarro, yang mengatakan bahwa naik turunnya harga adalah hal yang normal dalam setiap perekonomian. Yang mereka tidak bisa remehkan tentu maraknya demonstrasi anti kebijakan Presiden Trump dan Elon Musk, teman karib Trump dan pejabat yang ditunjuk memimpin depatemen baru yang disebut Department of Government Efficiency (DOGE) di semua ibu kota negara bagian, termasuk Washington DC.

Mereka membawa slogan menentang kebijakan tarif Trump dan Elon Musk yang tidak ada
yang memilih di posisinya. Bahkan ada yang menuntut agar dia dideportasi bersama imigran yang dideportasi secara besar-besaran. Elon Musk, orang genius dalam IT dengan simbol kesuksesannya melalui produksi mobil listrik, Tesla, yang laku di mana-mana, tiba-tiba harus menghadapi penurunan permintaan sampai lebih 40 persen di Eropa. Pabriknya, baik yang di Texas maupun di sejumlah negara, termasuk China terancam tutup karena disrupsi supply chain sebagai akibat perang tarif yang berkecamuk.

Dengan bersatunya negara- negara Eropa dan China melawan kebijakan Presiden Trump, ekonomi AS terancam resesi bahkan mungkin lebih buruk lagi. Saya perlu membuat catatan di sini, bahwa tampaknya Trump berguru pada kebijakan Presiden McKinley lebih dari seratus tahun lewat, yang meningkatkan tarif impor dari negara-negara lain yang tampaknya menguntungkan ekonomi AS waktu itu. Kebijakan ini disalahartikan karena kondisi 100 tahun lalu sangat berbeda dengan sekarang. Waktu itu boleh dikatakan AS satu- satunya negara yang sudah maju dalam industri otomotif, sehingga semua tergantung kepada AS.

Tetapi dewasa ini kondisinya sangat berbeda, produksi otomotif, termasuk Tesla sangat tergantung kepada supply chain, pasokan dari sejumlah negara dalam berbagi parts-nya sampai semuanya dalam hubungan saling ketergantungan menghasilkan produk akhir berbentuk mobil Tesla. Jadi kalau koroseri diproduksi di Mexico, dan misalnya sistem listrik dan kabelnya di Kanada, kalau satu macet ya tidak bisa menghasilkan produk akhir sebuah mobil. Inilah kesalahan vital yang tampaknya kurang atau tidak dipikirkan sebelum memutuskan kebijakan tarif tersebut. Bisa-bisa tidak hanya sampai di sini, tetapi menjadi seperti apa yang terjadi waktu AS menerapkan “Smoot and Hley Tariff Act 1930” yang telah berhasil menyebabkan terjadinya depresi ekonomi dunia 1933 yang terkenal itu.

Kebijakan tarif impor Presiden Trump menimbulkan perang tarif yang kemudian resesi,
bahkann mungkin lebih buruk lagi. Janji menurunkan harga-harga di hari pertama dia
memulai pemerintahannya, seperti harga energi dan kebutuhan sehari-hari, semua
ternyata tidak menjadi kenyataan. Bahkan sebaliknya yang diderita masyarakat karena
banyaknya pemberhentian pegawai pemerintah federal di sebagai besar kementerian,
ditutupnya USAID,  ditambah pengurangan anggaran untuk subsidi medicare
dan medicaid serta veteran benefit dan untuk penyelenggaraan public schools.

Demonstrasi berjangkit di mana-mana, berkali-kali Presiden Trump disambut keributan saat sedang memyampaikan pidato, Wakil Presiden JD Vance dan keluarganya didemo di lokasi mereka akan berlibur sehingga harus pindah ke lokasi yang tidak diumumkan.

Tetapi orang seperti yang penulis amati sebenarnya tidak terlalu kaget. Menurut saya mereka yang mendukung dan memilih Trump harusnya tidak kaget, inilah biasa yang harus dibayar dengan memilih orang yang kurang mampu dan tidak bertanggung jawab menjadi Presiden, memimpin negara besar sekali.

Yang bisa dilakukan dalam sistem demokrasi adalah sekarang bekerja bersama untuk mengatasi masalah, mengurangi dampak negatif dari kebijakan yang keliru ini, dan mulai menuntut anggota kongres di daerah masing-masing untuk perubahan dan mungkin melakukan proses impeachment untuk mengganti presiden yang kurang bertanggung jawab ini.

Seandainya saja para pemilih semula mendengarkan bagaimana ibunya sendiri melukiskan sifat Trump, tentu mereka tidak mau memilihnya menjadi Presiden. Ibunda Trump, Marry Anne Trump, menggambarkan putera yang satu ini dengan kata-kata sebagai berikut, saya tidak menerjemahkan karena dalam bahasa aslinya maknanya lebih jelas, “He is an idiot, who has zero common sense and no social skills, I just hope he would not enter into politics.” Coba mereka mendengarkan ibundanya yang tentu sangat mencintai, tetapi juga tidak bisa berbohong ini, semua ini mungkin bisa dihindari. Ya udah terlambat kini.

Anggota Kabinet Presiden Trump yang paling enak kerjanya adalah Menteri Pendidikan Linda McMahon, yang tugasnya menutup kementeriannya. Karena menurut Trump persoalan pendidikan itu adalah tanggung jawab Pemerintah Negara Bagian masing-
masing, bukan pemerintah federal. Beliau cepat bergerak, tentu saja menghadapi protes
keras para orang tua anak-anak yang menuntut pendidikan yang baik buat putera-puteri
mereka. Tetapi ya tentunya Bu Menteri tidak peduli, wong ini tugasnya.

Suatu hal yang tentu membuat Presiden Trump murka adalah bahwa dalam masa srratus
hari pemerintahannya ini, berbagai polling termasuk yang dibuat CNN melaporkan bahwa
approval rating-nya hanya 44 persen, sedangkan 56 persen dispprove. Ini tentu bikin up set buat siapapun, apalagi Presiden Trump yang sangat perhatian terhadap rating maupun besarnya jumlah orang yang mendatangi acara akbarnya yang selalu mengaku terbesar dalam sejarah. Bahkan dia mengatakan dirinya sebagai Presiden AS terhebat, sedangkan Presiden George Washington hanya nomor dua. Bahkan dia mengatakan ini akan terus berlaku sampai kapanpun, dia tetap nomor wahid. Ampun ya?

Dalam pada itu resesi jelas telah datang, laju pertumbuhan ekonomi kuartal pertama  minus 2,8 persen dan indeks harga saham baik Nasdaq maupun NYSE semua anjlok. Presiden Trump seperti biasa mengatakan bahwa ini salahnya Biden, meskipun orang tidak mau percaya kepadanya tentang hal ini. Soalnya di era President Biden laju pertumbuhan ekonomi mencapai 4 [ersen dan pengangguran rendah. Demikian pula tingkat inflasi.

Elon Musk juga terpukul, penjualan Tesla di Eropa menurun lebih dari 40 perseb, kapitalisasi perusahaannya menurun 50 persen menjadi US$800 miliar, ya dia tetap orang terkaya di dunia sih.

Pinjaman Pemerintah sangat tinggi, tetapi Presiden Trump berjanji akan mengatasinya dengan menjual Trump Gold Card seharga beberapa juta buat para konglomerat Rusia dan China yang ingin jadi warga negara AS. Menurut dia ini akan mendatangkan penerimaan sampai US$5 triliun yang bisa menutup utang negara. Fantastis bukan?

Baru_baru ini terjadi pergantian kepemimpinan di Kanada, dari PM Justine Trudeau yang
turun dari jabatan ketua Partai Liberal dan juga kursi PM, digantikan Mark Carney, yang
sebelumnya pernah menjabat sebagai Gubernur Bank of England. Saya mengenal Gubernur BoE sebelum Mark Carney, yaitu Eddie George, seorang Engsih gentleman sejati, yang pernah saya kunjungi di kamar kerjanya, Tweedledee Street, London. Orangnya sangat ramah dan pintar, enak menjadi lawan bicara. Dan setelah beliau Professor Mervyn King yang digantikan Mark Carney. Jelas Mark Carney orang hebat, orang Kanada yang bisa menjadi Gubernur Bank of England. Sekarang menggantikan PM Trudeau menghadapi Presiden Trump, yang jelas beliau tidak kalah galaknya dalam perang dagang ini dengan yang digantikannya, melanjutkan perjuangan untuk negaranya dengan semboyan, “Canada is not for sale.” (Dradjad, 20/03/2025).

Guru Besar Ekonomi Emeritus, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEBUI), Jakarta.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Umi Kalsum
EditorUmi Kalsum
Follow Us