Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
apakah thrifting bisa jadi investasi
ilustrasi thrift shop (unsplash.com/Hugo Clément)

Intinya sih...

  • Barang bernilai saat punya permintaan kolektor

  • Nilai terbentuk dari kelangkaan dan kondisi barang, bukan hanya fungsi.

  • Siklus tren menjadi faktor penentu nilai

  • Mode berputar, barang lama bisa kembali populer di masa depan.

  • Kualitas barang mempengaruhi umur nilai jual

  • Kualitas dan keaslian barang memengaruhi nilai investasi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tren thrifting sudah meluas di banyak kota. Orang mulai melihat pakaian bekas bukan sekadar cara hemat, tetapi sebagai pilihan gaya hidup yang punya nilai ekonomi. Toko-toko vintage dan pasar daring tumbuh karena banyak yang sadar, barang lama ternyata bisa kembali bernilai.

Namun, pertanyaannya kini bergeser. Apakah thrifting benar-benar bisa menjadi bentuk investasi yang menguntungkan, atau sekadar tren sementara? Berikut lima sudut pandang yang bisa memberi gambaran lebih realistis.

1. Barang bernilai saat punya permintaan kolektor

ilustrasi thrifting (pexels.com/cottonbro studio)

Tidak semua barang thrift bisa disebut investasi. Nilai hanya terbentuk kalau ada permintaan nyata. Misalnya, jaket vintage Levi’s, sepatu Adidas edisi lawas, atau tas edisi terbatas, semua bisa naik harga karena dicari kolektor. Nilainya bukan hanya pada fungsi, tapi pada kelangkaan dan kondisi barang.

Artinya, thrifting bisa menjadi investasi hanya jika kamu tahu apa yang diminati pasar. Tanpa pemahaman soal tren dan permintaan, pakaian bekas hanyalah pakaian biasa. Jadi, faktor utama investasi di thrift bukan sekadar keberuntungan menemukan barang lama, tapi kemampuan membaca selera pasar yang terus berubah.

2. Siklus tren menjadi faktor penentu nilai

ilustrasi barang thrift (pexels.com/Bryan)

Mode selalu berputar. Apa yang dulu dianggap kuno bisa kembali populer di masa berikutnya. Gaya tahun 90-an dan awal 2000-an, misalnya, kini kembali digemari. Karena itu, barang dari era tersebut yang dulu terlihat usang, sekarang bisa laku tinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa investasi dari thrifting sangat bergantung pada tren. Kamu tidak bisa memprediksi secara pasti kapan nilai sebuah barang naik. Namun dengan memperhatikan arah mode, kamu bisa menilai barang mana yang layak disimpan untuk jangka panjang dan mana yang sebaiknya langsung dijual.

3. Kualitas barang mempengaruhi umur nilai jual

ilustrasi kurasi barang thrift (pexels.com/cottonbro studio)

Nilai investasi juga bergantung pada kualitas. Banyak pakaian lama dibuat dengan bahan yang lebih kuat dibanding produk fast fashion masa kini. Misalnya, jaket kulit asli atau kemeja berbahan katun tebal bisa bertahan puluhan tahun. Barang seperti ini punya peluang untuk terus bernilai selama terawat.

Namun, kualitas juga berarti keaslian. Barang palsu atau hasil reparasi besar biasanya menurunkan nilai jual. Jadi, sebelum menyebut thrifting sebagai investasi, penting untuk tahu cara menilai bahan, menjamin keaslian label, dan merawat barang agar tidak rusak seiring waktu.

4. Komunitas dan platform penjualan jadi kunci nilai ekonomi

ilustrasi seseorang sedang menjelajahi online shop (Pexels.com/cottonbro)

Nilai jual barang thrift tidak hanya ditentukan oleh kelangkaan, tapi juga oleh pasar yang mendukungnya. Sekarang banyak platform dan komunitas yang fokus pada vintage fashion  mulai dari Instagram, marketplace khusus, sampai event bazar. Di sana, barang bekas yang unik bisa dihargai tinggi karena pasar sudah terbangun.

Artinya, thrifting bisa disebut investasi kalau kamu aktif dalam ekosistemnya. Semakin kuat komunitas dan jaringan penjual, semakin besar peluang untuk menaikkan harga jual. Investasi dalam konteks ini bukan hanya soal membeli barang, tapi juga memahami cara menjualnya di tempat yang tepat.

5. Kesadaran lingkungan menambah nilai sosial dan ekonomi

ilustrasi thrifting (pexels.com/cottonbro studio)

Selain nilai uang, thrifting juga membawa nilai sosial. Banyak orang kini memilih barang bekas karena ingin mengurangi limbah tekstil. Kesadaran ini menciptakan pasar baru: produk secondhand dianggap lebih berkelanjutan, bukan sekadar murah.

Ketika tren hidup berkelanjutan makin meluas, permintaan terhadap barang thrift otomatis ikut naik. Hal ini membuat thrifting punya dua sisi keuntungan finansial dan etis. Investasi di sini bukan hanya tentang laba, tapi juga kontribusi terhadap pola konsumsi yang lebih bertanggung jawab.

Pada akhirnya, thrifting bisa menjadi investasi tapi bukan untuk semua orang. Nilainya hanya tumbuh jika kamu paham tren, kualitas, dan cara membaca pasar. Jadi, sebelum menyimpan tumpukan pakaian bekas, pertanyaannya sederhana apakah kamu sedang berinvestasi atau sekadar mengumpulkan barang yang sulit dijual nanti?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team