4 Kesalahan Umum dalam Bisnis Thrifting yang Diam-Diam Bikin Rugi

- Seleksi barang dengan ketat agar kualitas dan kepercayaan pembeli tetap terjaga.
- Bangun konsep brand yang jelas agar tokomu menonjol di tengah persaingan.
- Tetapkan harga dan promosi dengan cermat agar pelanggan gak lari ke tempat lain.
Bisnis thrifting memang sedang naik daun, terutama di kalangan anak muda yang doyan tampil stylish tanpa harus menguras dompet. Baju-baju bekas impor, jaket vintage, sampai sepatu edisi terbatas kerap kali diburu karena punya harga miring, tapi masih kece. Namun, di balik serunya jualan barang preloved ini, banyak juga lho pebisnis thrifting yang gagal karena kurang paham cara mainnya. Padahal, kalau dijalankan dengan strategi yang benar, bisnis thrifting bisa jadi ladang cuan yang panjang umurnya.
Sayangnya, gak sedikit pedagang yang asal buka lapak, asal unggah foto, dan asal pasang harga tanpa punya strategi jangka panjang. Akibatnya, stok gak laku, pelanggan kabur, dan bisnis akhirnya mandek di tengah jalan. Nah, biar kamu gak jatuh di lubang yang sama, yuk, kita bahas kesalahan umum yang sering dilakukan dalam bisnis thrifting dan gimana cara menghindarinya.
1. Asal pilih barang tanpa seleksi ketat

Kesalahan paling umum yang sering terjadi ialah asal comot barang dari pemasok tanpa memeriksa kualitasnya dulu. Banyak orang berpikir yang penting murah, nanti bisa dijual lagi. Padahal, pola pikir ini bisa jadi bumerang. Barang thrifting itu unik, tapi pembeli zaman sekarang makin cerdas. Mereka bisa membedakan mana barang vintage yang bernilai dan mana barang bekas biasa.
Sebelum beli, luangkan waktu untuk sortir satu per satu. Cek kondisi jahitan, noda, ukuran, bahkan mereknya. Barang yang layak jual itu bukan hanya yang masih bagus, tapi juga punya nilai estetik atau nostalgia tertentu. Kalau kamu jual barang rusak atau kusam tanpa usaha perbaikan, pelanggan bisa kecewa dan enggan belanja lagi.
2. Gak punya konsep yang jelas

Banyak penjual thrifting yang mengira cukup jual baju bekas tanpa perlu mikir branding. Padahal, era digital seperti saat ini, konsep brand itu penting sekali untuk menarik pelanggan. Kalau kamu asal unggah foto baju tanpa gaya visual yang konsisten, tokomu bakal tenggelam di antara ratusan penjual lain.
Coba tentukan dulu karakter brand kamu. Apakah mau fokus ke streetwear, classy vintage, atau Korean style? Dari situ, kamu bisa bangun identitas toko, mulai dari tone warna Instagram Feed, gaya takarir, sampai kemasan. Brand yang punya karakter kuat bikin pelanggan lebih mudah ingat dan percaya.
3. Kemahalan alias asal pasang harga tinggi

Emang sih, barang thrifting kadang punya nilai tinggi karena langka. Namun, jangan sampai kemahalan hanya karena pengen cuan besar. Pembeli thrifting umumnya sensitif sama harga dan mereka jago banget membandingkan harga antartoko. Kalau hargamu terlalu tinggi tanpa alasan yang jelas, mereka bisa langsung pindah ke lapak sebelah.
Sebaliknya, pahami dulu pasarnya. Lihat harga kompetitor, pertimbangkan kondisi barang, dan beri ruang untuk negosiasi. Kalau barangmu memang punya nilai lebih, misalnya barang langka atau edisi terbatas, jelaskan alasannya agar pembeli paham kenapa harganya segitu. Transparansi bikin pelanggan lebih respek dan loyal.
4. Gak konsisten mengunggah konten dan promosi

Bisnis thrifting butuh konsistensi. Banyak penjual yang awalnya semangat, tapi setelah beberapa minggu mulai jarang unggah konten, story kosong, dan engagement turun. Padahal, algoritma media sosial butuh aktivitas rutin agar akunmu tetap muncul di beranda calon pembeli.
Atur jadwal unggah konten rutin, misalnya tiga kali seminggu. Kombinasikan antara foto produk, tips fashion, dan behind the scenes saat sortir barang. Jangan lupa manfaatkan platform lain, seperti TikTok atau Shopee Live untuk memperluas jangkauan. Konsistensi bukan hanya soal mengunggah konten, tapi juga soal menjaga eksistensi brand di mata pelanggan.
Bisnis thrifting memang kelihatannya simpel, tapi butuh strategi yang matang agar bisa bertahan lama. Jadi, kalau kamu mau berkiprah di dunia thrifting, jangan cuma ikut tren. Pahami prosesnya, hindari kesalahan umum di atas, dan bangun bisnis dengan passion yang tulus. Karena di balik setiap baju bekas yang kamu jual, ada peluang besar buat jadi cerita sukses baru.